MEMUPUK SYUKUR

Beberapa hari lalu, ketika perjalanan menuju suatu tempat – saya melewati seorang ayah & anak di pinggir jalan. Si ayah duduk bersandar tembok dalam posisi jongkok tidak sempurna, di sebelahnya - ada gerobak sampah beroda yang digunakan tidur anak laki-laki. Sepertinya anak laki-laki itu berusia 7 tahun.

Di hadapan mereka hanya ada mobil & motor mengantri karena kemacetan mengular panjang.

Sementara saya lewat, saya lihat si anak laki-laki tidur pulas menghadap matahari, meskipun begitu – ketika melihat raut wajahnya, tidak nampak muka masam atau protes untuk keadaannya yang jauh dari layak untuk tidur nyenyak.

Melihatnya, hati saya terenyuh. Wajah saya tertunduk beberapa detik karena hati saya kewalahan.

Lihatlah, wajah polosnya, disandingkan wajah letih si ayah menungguinya di bawah siang terik.

Apa kabar keadaan saya?




Begitu banyak nikmat yang ada pada saya tapi saya lupa memupuk terus menerus rasa syukur. Atas segala hal, yang saya lihat atau lalai saya lihat, saya justru malu melihat keduanya.

Dalam hati saya bilang, harusnya saya introspeksi diri. Anak laki-laki yang tertidur itu, atau bapak yang duduk di sebelahnya – rasa syukur mereka jauh dibanding saya dan tidak layak saya sandingkan. Entah itu murni syukur atau hanya penerimaan keadaan yang mereka lakukan. Tapi apapun itu, itu bukan alasan saya tidak merasa malu.

Apakah kita perlu - terus menerus diingatkan bersyukur padahal seharusnya kita bisa menyadarinya sendiri. Begitu banyak kemudahan dan karunia yang diberikan dalam hidup, sayangnya kita lupa melihatnya, sampai kita melihat nikmat itu tidak ada atau menyadarinya pada orang lain barulah kita menyadarinya.

Jangan sampai nikmat itu dicabut dari kita - baru kita menyadarinya, naudzubillah min dzalik.

Meskipun perbandingan layak dan tidak layak hanya ada pada manusia, setidaknya nilai dasar yang dipahami atas kenyamanan dan kemudahan pasti tidak jauh berbeda diantara sesama manusia.

Dari pengalaman itu, ada 1 hal yang saya sadari, begitu banyak karunia yang lupa saya syukuri sampai saya melihatnya pada orang lain. rumah yang layak, kendaraan yang nyaman, pekerjaan Impian, Kesehatan, dan kecukupan materi. Bukankah hal tersebut patut selalu kita syukuri ?  

Jika kamu sudah bisa melihatnya, semoga kami tidak akan melupakannya.

Best Regards, Latifa Mustafida

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida