Kematian mengajarkan pada saya banyak hal. Sore kemarin simbah saya meninggal dunia, awalnya tidak percaya – kemudian banyak ikhlasnya. Beliau sakit kurang lebih 3 bulan. Hanya 3 bulan. Selama muda sampai tahun terakhir simbah ada (beliau jarang sakit), begitu yang pernah saya lihat dan yang ibu saya saksikan. Simbah saya selalu menjaga kebersihan, dan solatnya. Dalam keadaan sakit pun, tiap kali mendengar adzan, bahkan sebelum adzan terdengar, simbah sudah siap dalam keadaan suci.
Di akhir hidup, dalam keadaan sakit parah, tiap kali waktu shalat, simbah saya refleks duduk, dan tayammum dengan debu di bantal dan langsung menunaikan hormat waktu shalat. Awalnya saya tidak yakin bahwa ibadah yang beliau pegang sejak dulu akan lebih berat timbangan amalnya karena simbah saya sangat keras, tegas pada keluarga dan orang lain. Pendapat yang beliau yakini tidak bisa dikalahkan oleh orang lain. Tapi alhamdulillah dugaan saya salah, simbah meninggal dalam keadaan baik. sangat baik. Allah pasti sangat sayang simbah dan memberikan ibrah pada saya dari kematian simbah.
Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri, bagaimana indahnya meninggal dengan ditunggu seluruh anak cucu dan diiringi lantunan doa, ayat-ayat quran. Tidak pernah lepas. Beliau meninggal dihantarkan anak cucu yang selalu diajarkan beliau untuk selalu lebih utama mengingat Allah. See mbah, alhamdulillah kemarin semua lengkap. Menemani simbah di akhir hayat, membacakan doa, menuntun simbah, mengantarkan simbah ke peristirahatan terakhir. Gotong royong. Bahu-membahu. Tidak ada yang meratapi berlarut-larut setelah simbah pergi, mbah uti ikhlas, dan semua hanya membicarakan betapa nikmatnya akhir hidup simbah kemarin. Semua yakin simbah sudah pergi di waktu terbaik. Insya Allah.
Saya akhirnya memahami kenapa anak dan cucu solih solihah adalah harta yang lebih berharga daripada apapun. Saya akhirnya memahami alasan simbah sangat tegas dan terus mendidik kami dengan agama, tidak memanjakan kami dengan harta. Ternyata kematian tidak pernah menunggu apapun, tidak harta, tidak keluarga. Alhamdulillah Allah dan malaikat memberikan waktu yang cukup untuk simbah meminta maaf kepada sebanyak-banyaknya orang dan menunaikan hutang terlebih dahulu.
Simbah saya sangat disiplin, rajin dan dermawan. Baik hati pada siapapun yang meminta pertolongan. Di 40 hari terakhir simbah, saya pikir simbah sudah tau firasat ajalnya akan datang. Simbah meminta dan memanggil siapapun yang beliau rasa pernah beliau sakiti hatinya. Dengan tulus dan dalam keadaan lemah simbah memohon maaf, serta minta didoakan. Simbah ingat seluruh hutang-hutangnya. Simbah meminta seluruh anak cucu berkumpul dan selalu diadakan pengajian maupun pembacaan barzanji dan al-quran.
Sampai di hari Rabu kemarin, bakda ashar – simbah mulai diam karna kesakitan. Seluruh keluarga sudah berkumpul, mendampingi di kanan kiri simbah, tidak ada yang lalai memperhatikan simbah, di telinga kanan kiri simbah sudah ada yang khusus menuntun kalimat-kalimat Allah. Yang lain dengan isak tangis tetap membimbing simbah dan berdoa semampunya. Kami me-yasin-kan simbah bersama-sama. sejak itu simbah sudah tidak banyak bicara, lampu tidak mau simbah hidupkan, simbah menyuruh pergi orang yang ada di depan simbah (mungkin simbah sudah tahu kedatangan tamu untuk menjemputnya). simbah hanya duduk, tidur, bernafas, dan kadang sedikit kesulitan bernafas karena seolah simbah menahan ruhnya yang sedang ditarik keluar.
Tepat setelah adzan magrib, simbah hanya diam. Simbah sudah pergi. Denyut nadi simbah diperiksa dan nafasnya sudah tidak terlihat lagi. Rasa-rasanya simbah hanya tertidur seperti biasanya dan mata saya tidak mau percaya. Sementara yang lain menangis, saya sudah lelah. Menatap wajah simbah saya semalaman membuat saya dan yang lain hanya terdiam. Hanya memandangi tubuh simbah yang sudah tidak kesakitan dan kosong. terlalu cepat dan alhamdulillah mudah.
Simbah, terima kasih. Bahkan di akhir hayat, simbah tetap mengajarkan pada saya bahwa harta tidak akan kamu bawa mati. Hanya amal dan keturunan solih solihah yang senantiasa berarti. Maturnuwun simbah. Semoga simbah diterima amal ibadahnya dan dimasukkan ke surga. Seperti kalimat terakhir yang simbah billang sebelum pergi, simbah mau nyusul Gusti Allah. semoga saya, dan keluarga yang lain bisa meniru amalan simbah dan lebih baik lagi. Da-daa simbah sayang.
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida