Karena
Corona, sebagian doa kita dikabulkan Tuhan. Waktu luang. Bersantai,
beristirahat, tanpa deadline, tidak
ada agenda perlu dibatalkan, tidak perlu bertemu banyak orang, tidak perlu
terpaksa berdandan pagi bersiap ke kantor, tidak perlu bersusah payah bermuka
manis di hadapan orang lain, cucian tidak menumpuk, biaya transportasi
berkurang. Kita sempurna hanya di rumah. Tempat ter-aman untuk berbuat semuanya
– berbuat semuanya.
Sayangnya,
sebagian doa yang dikabulkan itu tidak dalam bentuk Cuma-Cuma. Semua akses
dipaksa terhenti. Kantor dipaksa tutup. Banyak karyawan terpaksa dirumahkan. Semua beristirahat dan menjaga jarak dengan sendiri.
Work from home, social distancing,
physical distancing, lockdown. Mulanya menyenangkan. Beberapa
pekerjaan bisa tertunda. Klien tidak terus-terusan mengejar progress perkara. Bisa berkumpul dengan
keluarga, berbincang dan beristirahat sepanjang hari. Awalnya bahagia,
mengistirahatkan pikiran di rumah seharian, menonton tivi bebas di hari kerja
tanpa dimarahi siapapun, tidak perlu mandi pagi – tidak perlu mengantri di KRL
yang penuh sesak, atau tidak perlu berkebut-kebutan di jalanan sesak sejak
pagi. Kita sejenak bahagia atas angin
segar diatas rutinitas yang itu-itu saja.
Tapi fitrah manusia memang penuh rasa bosan. Tidak
banyak bersyukur. Belum berakhir anjuran pemerintah untuk berkegiatan di rumah,
semua orang telah merasa bosan. Belum genap 2 bulan. Rasanya sudah ingin
keluar. Ingin punya janjian. Ingin melakukan banyak hal. ingin makan di luar. Tidak banyak hal yang
bisa dilakukan di rumah. Hati sesak. Terlalu banyak batasan. Bosan. Pikiran
terkunci. Kita mulai terpenjara atas
batasan-batasan yang kita buat sendiri. (See, akhirnya kita tau pasti – batasan
batasan dan segala kotak itu kita yang buat sendiri. Bukan karena lingkungan
luar atau apapun. Jadi sebenernya kita tau bukan apa yang perlu diperbaiki? )
Akhirnya,
kita dipaksa dan terpaksa untuk terus berpikir positif, memanfaatkan waktu
dengan baik, mengatasi keterbatasan sekuat tenaga, berjuang dari rumah
bersama-sama, saling menjaga. Di luar terlalu banyak berita tidak benar. Banyak
orang ketakutan. Banyak orang tidak mendapatkan penghasilan. Terlalu banyak
imbas yang didapatkan. Mungkin untuk diri kita sendiri, mungkin untuk banyak
orang di luar. Tidak ada pilihan selain
jadi positif karena diluar sudah terlalu banyak berita dan hal negatif.
Tapi
2 bulan ini, saya justru ingin berterima kasih pada corona, karenanya saya tau,
hanya keluarga saya – tempat saya kembali sebaik-baiknya. Tempat paling aman.
Tempat paling menerima bagaimanapun keadaan saya. Tempat yang mencukupi,
menerima, dan melengkapi kelemahan saya.
Karenanya
saya tau, hanya Allah tempat saya tawakkal. Berusaha. Berikhtiar. Berdoa. Allah
pasti selalu bersama kita sepanjang kita mengingatnya. Dalam keadaan seperti
ini, Allah selalu menjamin rezeki saya. Sandang, pangan, papan. Allah mencukupi
saya dimanapun saya berada. Jadi, kamu tidak perlu khawatir tentang corona. Lockdown di mata sebagian orang seperti
telah membabat habis jalan rezeki semua, tapi itu hanya persepsi kita. Allah
masih selalu terus mencukupi kita.
Karena
corona saya tau, waktu saya terlalu banyak digunakan tidak berguna. Terlalu banyak
waktu diabaikan untuk menjadi dekat dengan keluarga. Terlalu banyak waktu yang
kita tau hanya bisa digunakan untuk hal-hal tertentu. Padahal, banyak
kesempatan untuk memaksimalkan sisa waktu yang kita punya. Kita lah yang
mengatur waktu – bukan waktu yang mengatur kita.
Setiap hari masih terhidang makanan di meja
makan. Setiap hari masih ada uang tersimpan. Masih ada udara untuk bernafas.
Masih ada satu hari umur untuk kita manfaatkan. Sebenarnya, corona tidak mengambil apapun dari kita. Lewat corona
justru mengajarkan banyak hal pada kita – kekeluargaan, kebersamaan, gotong
royong, menahan diri, menjaga diri dari hal yang tidak dibutuhkan. Corona menyaring
semua itu dengan caranya yang tiba-tiba dan memaksa. Sedaap.
Corona hanya mengajarkan hal
baru pada kita, bahwa banyak hal bisa dinikmati dengan banyak cara. Tidak
melulu begitu. Pekerjaan tidak harus selalu dilakukan di kantor. Pertemuan
tidak perlu tidak harus selalu dibuat. Tidak perlu keluar jika tidak
membutuhkan. Selalu jaga kesehatan dan kebersihan badan. Kita hanya diminta
fokus pada hal di dalam, bukan selalu diluar. Nyatanya, kebahagiaan memang datangnya dari dalam diri kita. Tidak dipengaruhi
apapun.
Waktu
kita tidak banyak. Pergunakan sebaik-baiknya. Corona cepat atau lambat pasti
akan berlalu, tapi hidup kita tidak semudah itu berlalu tanpa pertanggung
jawaban apa-apa. Jadi, daripada memusingkan hal-hal yang tidak bisa kita
lakukan, hal-hal yang belum kita dapatkan, hal-hal yang belum kita miliki, hal-hal
yang belum terselesaikan dan sederet daftar hal-hal lain yang tidak akan pernah
sanggup kita bayangkan serta kita tangani – mari pergunakan yang ada
sebaik-baiknya. Mari manfaatkan kesempatan yang masih diberikan dengan leluasa.
Toh
nyatanya kita memang tidak kehilangan apa-apa.