*Rabu/19-05-2021
“sebenar apapun tingkahmu,
sebaik apapun perilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan
terlalu diambil pusing. Terus saja jalan”
Itu salah satu kata-kata gusdur yang menenangkan saya.
Kamu tidak harus menyenangkan
semua orang.
Hidupmu sudah kamu perbaiki
bagaimanapun caranya, kamu bekerja keras, banting tulang, memperbaiki diri,
meng-upgrade ilmu seluruhnya, memperbaiki akhlak, beribadah dengan baik,
terus menerus belajar, bangun lebih pagi istirahat lebih malam, kamu memiliki
kantor, kamu melatih sedekah kepada orang terdekat, kamu menghargai orang lain,
kamu konsisten – rajin – santun – dan berbagai alasan baik yang kamu punya, tapi,
kamu kurang satu hal.
Mungkin banyak, tapi yang
terlihat dan terlalu mencolok hanya itu.
Satu hal tadi yang belum kamu
punyai ternyata menutup seluruh kebaikan dan nikmat yang telah kamu dapat di
mata orang lain.
Orang lain buta melihatnya. Bukan,
mungkin mereka malas melihatnya.
Yang terlihat hanya kekuranganmu.
Yang bisa mereka olok-olok. Yang bisa mereka bandingkan.
Kelebihanmu tidak dapat tempat di
hadapan mereka yang tidak mau dan tidak ingin melihatnya. Ingin sekali marah,
tapi kamu tau tidak ada gunanya mempermasalahkan itu di hadapan orang yang
bebal.
Dan itu mengundang komentar dari
berbagai pihak. Bahkan teman dekatmu sendiri.
Mulut-mulut yang hobi berkomentar
itu terus menerus menyerangmu dari apa yang belum kamu miliki . padahal, yang
kamu miliki dibanding yang lain lebih banyak. Achievement yang kamu
dapatkan telah diupayakan terus menerus. Yang kamu latih, upayakan, hasilkan
lebih memuaskan dibanding mereka karena kamu tau bagaimana sulitnya meraih itu.
Kamu melatih manajemen emosi, istirahat, ibadah dan hidup dengan baik.
Mengapa kita harus menyenangkan
semua orang?
Yang perlu kamu lakukan hanya
semua yang berada dalam lingkupmu. Responmu. Komentarmu. kegiatanmu. Manajemenmu.
Hidupmu.
Apakah yang telah berkeluarga
memiliki legitimasi untuk menghina, mengolok-olok, merendahkan mereka yang
belum bertemu jodohnya ?
Apakah hanya dengan satu alasan
orang lain boleh menghina dan mengganggu orang lain?
Jika kamu merasa itu tidak layak
dilakukan, maka tidak perlu bertanya. Setiap orang mengetahui jawabannya.
Dalam kegelisahan tersebut saya
tidak sengaja melihat ceramah youtube ustadz adi hidayat.
“muslim yang baik adalah
yang lisan dan tangannya tidak menyakiti orang lain”. begitu kata
hadist shahih.
Lisan memang tajam. Di zaman yang
serba digital seperti ini, tangan juga sama punya fungsi yang sama tajamnya.
Menghina, menyakiti, atau bahkan merendahkan melalui tulisan, komentar,
postingan, dan bentuk lain tulisan di dunia digital.
Lisan dan tangan memiliki fungsi
positif dan negative. Oleh karena itu peliharalah lisan kita, hati kita, dan
tangan kita untuk tidak melakukan hal yang tidak kau sukai. Untuk tidak membalas
hal yang tidak kita senangi. Untuk tidak mendendam sebagaimana kita tidak
menyukainya.
“janganlah engkau mengucapkan
perkataan yang engkau sendiri tak suka mendengarnya jika orang lain
mmengucapkannya kepadamu. Ali bin Abi Thalib”.
Balaslah dengan diam. Balaslah
dengan akhlak yang baik. Balaslah dengan hal yang lebih baik.
Itu yang dapat kamu lakukan sebagai
perbedaannya.
Jika kamu sama memperlakukan
orang lain atas lisan dan tangannya yang telah dholim, maka kamu tidak berbeda
daripada mereka.
Jika kamu membalas mereka dengan
hal yang sama, menyakiti, merendahkan, mengolok, bahkan menghina dengan sesuatu
yang ada atau tidak ada pada mereka, maka kamu sama bebalnya seperti mereka.
Ketika hal itu terjadi lagi,
ingat-ingat saja kata Gusdur, “terus saja jalan, biar kamu maju – dan yang lain
tetap bertahan di belakang.”
Lagipula satu hal yang harus kamu
sadari,
“engkau tak akan mampu menyenasngkan semua orang. Karena itu, cukup bagimu memperbaiki hubunganmu dengan Allah dan jangan peduli penilaian manusia. Imam Syafii”
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida