Saya kira setelah melaksanakan umroh, keinginan saya untuk pergi kesana akan
mereda, setidak-tidaknya dalam 2-4 tahun ke depan. Ternyata saya salah. Tidak
sampai 1 tahun kemudian,, saya menyampaikan ini ke ibu & saudari saya, “kalo
ada rejeki saya pingin lagi kesana, mengesampingkan hal-hal lain”. Berbeda dengan
tempat lain, meskipun sudah pernah kesana, batin saya terus bilang – pokoknya harus
bisa kesana lagi.
Menjelang berakhir jadwal umroh, saya hanya ingin segera sampai ke rumah,
tidur, minum obat & mengembalikan suara saya yang hilang. Disana, karena
cuaca yang tidak saya prediksi (meskipun tahu disana berbeda dengan Indonesia
tapi saya lupa tidak suntik anti flu atau membeli obat-obatan yang ampuh), saya
terkena radang & demam. Agaknya itu yang membuat saya merasa ibadah saya tidak
maksimal, tapi itulah usaha maksimal yang bisa saya lakukan mengingat cuaca &
badan yang tidak bersahabat. Sesampainya di rumah, baru 2 hari kemudian
saya menyesalinya.
Bentuk penyesalan itu, mengapa tidak lebih maksimal disana? Mengapa saya
tidak ikut ziarah ke banyak tempat, bersedekah quran, mengunjungi tempat bagus
yang viral di instagram, mengaji lebih banyak, shalat fardhu &
sunnah lebih sering, bercengkerama lebih ramah & begitu banyak hal
terlintas di kepala. Tapi dipikirkan seberapa banyak pun, dengan kondisi saat
itu, itu sudah usaha paling maksimal yang bisa dilakukan.
Saya lebih banyak mengaji & shalat di hotel karena terkena panas &
kipas masjid membuat saya merasa lebih sakit, belum lagi jika harus bersuara ketika
mengaji – itu cukup menghabiskan energi. Untuk makan & minum obat saya
harus keluar kamar & naik turun lift yang jaraknya cukup jauh, sehingga
itupun jadi masalah yang lain lagi. Tapi beruntungnya, semua hal wajib bisa terselesaikan.
Berkecamuk di hati saya, apakah sakit adalah bentuk ujiian untuk yang
saya dapat atau bentuk penolakan Allah atas ibadah saya. Dosen saya bilang, insya
allah sakitnya nambah pahala & menghapus dosa karena disana tempat makbul
doa. Saya hanya takut dengan pikiran kedua.
Saya menghibur diri dengan berkata bahwa, insya Allah - Allah tahu kita
sedang sakit. Lagipula kata Muthawwif, seluruh bagian yang berada di
wilayah kota haram – adalah tempat berpahala yang sama dengan ibadah di masjidil
haram. Semoga yang telah saya lakukan disana diterima oleh Allah seperti yang
disampaikan dosen & muthawwif, sehingga saya tidak akan terlalu menyesalinya.
Saya tidak tahu apakah semua penyesalan itu dirasakan oleh orang lain
yang melaksanakan umroh, atau apakah itu hanya perasaan saya saja. Apakah itu
daya magis yang membuat orang selalu merindukan kembali kesana, ataukah
ketenangan disana yang saya rindukan sehingga saya menyesal karena tidak cukup
baik ketika disana. Saya selalu iri ketika ada kerabat atau orang terdekat lain
yang bisa beribadah lebih maksimal disana,. Selain itu, melihat postingan di Instagram
di tempat yang belum sempat saya kunjungi juga membuat saya teringat hari-hari
disana.
Saat ini, ada hampir 8.5 juta jamaah di masjidil haram. Akan menjadi
beruntung jika salah satunya adalah saya, tapi memandangnya dari postingan di Instagram
sudah cukup mengobati sekaligus menambah rasa rindu kesana. Saya yakin kok akan
kesana lagi dalam waktu dekat (Insya Allah - Allah mengijabahinya). Meskipun masih
ada sedikit penyesalan, sekarang saya menganggapnya sebagai ujian & cara Allah
mengingatkan bahwa Allah lah yang punya rencana, bukan saya.
Kalau dipikir-pikir, dibandingkan kesana – akan lebih mudah bagi saya mengeluarkan
uang untuk ke korea, turkey, atau negara lain yang lebih estetik & keren di
feed Instagram. Selain lebih keren, biayanya juga lebih murah ke
tempat-tempat yang saya sebutkan tadi. Untuk kesana kita harus merogoh kocek
minimal 25-30 juta, itupun dengan ikut biro travel standar, bukan VIP. Tapi
bahkan jika itu menghabiskan uang lebih banyak & waktu tempuh lebih panjang,
saya memang berniat sejak dulu mendahulukan & mengutamakan ibadah disana. Itu
memang Impian saya.
Saya hanya meyakini begini, jika itu memang kehendak & panggilan
Allah, seberapapun uang yang saya punya – Allah akan memudahkannya. Jika Allah
yang punya rencana, maka Allah juga yang melancarkannya. Tidak ada kekhawatiran
sama sekali selain tentang bagaimana kelak menghabiskan waktu disana. Saya bisa
menikmati setiap detik, menit, jam yang berlalu. Mengunjungi tempat bagus
sambil mensyukuri pemandangannya, beribadah dengan nikmat & menenangkan
diri, berziarah dengan badan sehat & kembali ke rumah dengan perasaan
bahagia serta cukup untuk menambah amunisi lebih takwa.
Semoga Allah mendengar doa saya & semoga Allah mudahkan kita kesana.
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida