Mengapa Al-Quran dan hadist memerintahkan
kita untuk berkata baik atau diam? Pedoman manusia sudah memperingatkan bahwa
ucapan merupakan doa bagi kehidupan manusia, oleh karenanya kita diminta
berhati-hati saat berbicara. Jika baik maka doa baik yang dikaruniakan pada kehidupan
kita, tapi jika buruk – doa buruk juga yang akan menghampiri kita.
Saya punya cerita menarik
yang ingin saya bagi.
Di satu waktu, seorang teman
saya ketika berada di Madinah bercerita setelah kehilangan uangnya. Dia bilang,
sebelum ke Raudhah - kenalannya mengirim pesan padanya untuk meminjam uang dan
dia jawab TIDAK ADA. Tidak butuh waktu lama, bahkan ketika teman saya ini sedang
beribadah di masjid Nabawi uangnya hilang seluruhnya. Benar-benar tidak ada. Dompet
dan segala isinya ada, yang hilang hanya uangnya. Padahal biasanya dia
menitipkan dompet pada ibunya, tapi kali itu dia ingin membawanya sendiri dan
tas itu tertinggal tanpa sengaja.
Ternyata jawaban yang tidak
dia maksud secara serius itu benar-benar menghilangkan uang sakunya. Dia mengingat-ingat
apa alasannya dan dia benar-benar merasa ditegur karena seharusnya dia punya
kalimat lain untuk disampaikan kepada temannya. Allah mengganjar ucapannya
secara langsung dan tunai.
Kali lain, 2 orang terdekat saya terkena masalah yang sama dengan masalah yang pernah dialami keluarganya. Pada saat itu keluarganya terkena tipu pinjaman-pinjaman pasar yang mencekik dengan bunga harian yang tidak masuk akal. Bukannya menenangkan, mereka justru menceritakan itu kemanapun dan bahkan mencerca kekhilafan keluarganya. Setaun setelahnya, dengan detail yang berbeda, pada intinya mereka kehilangan nominal uang dengan kisah yang tidak jauh berbeda yang membuat mereka meminta maaf dan menyadari ada hal-hal luput dari ucapannya. Saya tidak bilang ini buruk, semua hal ber-hikmah, sehingga rasanya ingin sekali saya bagi.
Saya akan bilang bahwa kita
hanya manusia biasa yang punya kemungkinan khilaf dan lupa, jadi menghina –
mencerca – mengkomentari atau menghakimi adalah bukan hal tepat. Kita tidak tahu kapan akan terkena musibah
dan jangan sampai musibah yang sama menimpa kita sendiri hanya karena kata-kata
kita berbalik menyerang diri sendiri.
Yang ketiga, ketika di Makkah - dalam hati saya bilang (pingiiiiin banget nyium kakbah karena itu disunnahkan). gayung bersambut, salah satu tour leader menawarkan diri untuk menemani dan bahkan mengantarkan kami, dia bilang “kalau mau mencium kakbah nanti saya temani selepas isya menunggu masjid tidak terlalu ramai”, tawaran itu saya iyakan tanpa pikir panjang. Hayuk gas, siapa takut. Dan tibalah saya bersama 3 orang nenek yang ikut bergabung pukul 10 malam. Seorang teman saya dari rombongan lain berkomentar, “emang bisa nyium kakbah jam segitu? Itu kan lagi rame-ramenya”. Saya jawab tanpa ragu, “BISA” dan wishlist saya akhirnya tercoret juga.
Sungguh, sepanjang jalan menuju kakbah itu adalah jalan tercepat & termudah yang saya punya. Kami menerobos kerumunan rombongan thawaf dari arah berbeda, kaki saya begitu ringan dan waktu bergerak cepat tanpa hambatan. 1 jam yang tidak terduga. Kami bergantian mencium kakbah selama yang kami bisa. Doa-doa kami panjatkan dan tanpa terasa - saya menangis dengan sendirinya (mengingat sebegitu banyak dosa dan kesalahan saya pada orang tua). Saya rasa, itu moment ter-healing yang saya punya tahun ini.
Pada intinya, saya cuman pingin berkata. Ucapkan kata-kata yang baik atau diam. jika kamu tidak yakin perkataan itu berguna, simpan saja untuk diri sendiri. Jangan sampai kehidupan kita berantakan atau diberi ujian karena kata-kata yang kita lontarkan dalam keadaan tidak sadar. Perkataan yang baik akan kembali padamu, dan perkataan buruk akan kembali pada mu juga. Mari kita jaga tutur kata kita.
Semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida