Pertanyaan :
- A
memiliki hutang kepada saya B sejumlah 250juta dan kami sepakat A akan memberikan
jaminan khusus kepada saya sebidang tanah SHM 123/Bantul dengan nilai perkiraan
Rp 200juta. Bisakah A dan B membuat perjanjian kuasa menjual dan Perjanjian
jual beli dari hutang piutang tersebut ? Mohon jawabannya!
Jawaban
:
Pertanyaan ini sebenarnya seringkali
kita temui dan banyak pihak merasa hal tersebut dapat dilakukan. Tapi perlu
ditegaskan, perjanjian semacam di atas dianggap sebagai penyelundupan
hukum dan berkembangnya hukum perdata saat ini menganggapnya masuk
dalam kategori penyalahgunaan keadaan.
Mari
kita kembali merujuk pada KUHPerdata mengenai syarat perjanjian. Pasal 1320
KUHPerdata menyebutkan syarat syah perjanjian diantaranya :
(1) Kesepakatan
mereka yang mengikatkan dirinya;
(2) Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
(3) Suatu
pokok persoalan tertentu;
(4) Suatu
sebab yang tidak terlarang.
Apabila
ketentuan 1 dan 2 dinyatakan tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum,
sedangkan apabila unsur 3 dan 4 tidak terpenuhi perjanjian dapat dibatalkan. Melihat
Kembali kepada pertanyaan di atas, unsur jual beli adalah jelas yakni adanya
obyek yang hendak dijual dan penerimaan atas uang jual belinya.
Apabila
perjanjian hutang piutang dialihkan menjadi jual beli, artinya dalam hal ini
tidak ada niat atau kehendak menjual atau tidak adanya uang penerimaan atas
proses jual beli sehingga kata sepakat disini tidak jelas atau kabur. Pemilik tanah
biasanya, memberikan kata sepakat di bawah tekanan hutang atau kekuasaan
ekonomi pihak lain untuk memaksa kehendak bebas pemilik tanah untuk
mengalihkannya ke dalam bentuk jual beli.
Dalam
hal ini, Notaris/PPAT/Advokat atau profesi hukum lain harus berani melihatnya
secara jelas, niat apa yang ada di balik proses, cerita apa di balik perjanjian
sebelum dibuat. Menurut buku PENYALAHGUNAAN KEADAAN (Misbruik Van
Omstandigheiden), yang dibuat oleh H.P.P Panggabean, penerbit Liberty
Yogyakarta, halaman 101, menyatakan bahwa,
“Salah
satu keadaan yang dapat disalahgunakan ialah adanya kekuasaan ekonomi (eenmisch
verwicht) pada salah satu pihak yang mengganggu keseimbangan antara
kedua belah pihak sehingga tidak ada kehendak yang bebas untuk memberikan persetujuan
yang merupakan salah satu syarat bagi syahnya suatu perjanjian.”
Selain pendapat di atas, beberapa yurisprudensi
juga menyatakan bahwa perjanjian semacam itu sangat mungkin untuk diajukan
gugatan & dibatalkan karena pemilik tanah tidak memiliki posisi tawar yang
seimbang dan terkesan dipaksakan, sbb :
1. Yurisprudensi
MA RI Nomor 3666K/Pdt/1997 tanggal 26 Oktober 1994
Keadaan
tergugat yang dalam keadaan kesulitan ekonomi digunakan penggugat agar
melakukan Tindakan hukum yang merugikan tergugat & menguntungkan
penggungat, penggugat melakukan perbuatan penyalahgunaan keadaan (misbruik
van omstandigheiden) & Tindakan hukum yang dilakukan tergugat
dinyatakan batal.
2. Yurisprudensi
MA RI Nomor 3333 K/Pdt/2000 tanggal 31 Maret 2004
Perjanjian
baku yang memanfaatkan ketidakberdayaan salah satu pihak merupakan ketentuan
yang tidak beriktikad baik sehingga sepatutnya dikesampingkan & dengan
telah adanya pembayaran angsuran adalah bertentangan dengan kepatutan & keadilan,
apabila hak penggugat/pemohon kasasi atas mobil tersebut lenyap
3. Yurisprudensi
MA RI tanggal 3 juli 1985
Walaupun
perjanjian dalam suatu akta notaris dimana seseorang memberi kuasa kepada orang
lain untuk menjual rumah sengketa kepada pihak ketiga maupun kepada dirinya
sendiri dianggap sah, namun mengingat riwayat terjadinya surat kuasa tersebut
yang sebelumnya bermula dari pengakuan hutang, dengan menjaminkan rumah
sengketa yang karena tidak dapat dilunasi waktunya dirubah menjadi kuasa untuk
menjual rumah tersebut maka perjanjian demikian itu sebenarnya merupakan
perjanjian semu untuk menggantikan perjanjian asli yang merupakan hutang
piutang
4. Yurisprudensi
MA RI Nomor 275 K/Pdt/2004 tanggal 29 Agustus 2005
Jual
beli yang semula didasari hutang piutang adalah perjanjian semu dimana pihak
penjual dalam posisi lemah & terdesak sehingga mengandung penyalahgunaan ekonomi
Dari
berbagai pendapat di atas, pada intinya merujuk pada, unsur dalam jual beli
tidak tergambar dari cerita di balik pembuatan perjanjian & kata sepakat
tidak seimbang sehingga pengalihan hutang piutang menjadi jual beli tidak sah
menurut hukum. Perjanjian hutang piutang lebih tepat dilakukan dengan pemberian
jaminan dan dapat didaftarkan penjaminannya secara perorangan di kantor badan
pertanahan nasional.
Wajib
berhati-hati ya rekan-rekan!
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida