POLITIK HUKUM DI INDONESIA

Pada masa ini, politik yang tampak dominan dan sedang gencar-gencarnya disuarakan oleh Sukarno adalah nasionalis, Agama, komunis (Nasakom). Politik yang diusung agaknya dilatari keragaman Indonesia, sehingga langkah paling tepat yang diambil Sukarno adalah mencampurkan ketiganya. 

Tapi, akibat pemberlakuan system yang tidak tegas – terlalu multi tafsir, pada prakteknya perkembangan fiqh islam tidak terlihat secara signifikan disebabkan karena prinsip Islam tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, bahkan secara berkala. Pemberian ruang pada pemerintahan, namun kemudian sedikit demi sedikit ruang itu dipersempit. 

Menurut Warkum Sumitro masa ini dapat dikatakan sebagai masa suram bagi perkembangan islam itu sendiri. 

Perkembangan politik Indonesia yang terjadi selama masa orde lama:

1.      Pemberlakuan konstitusi RIS yang ternyata tidak dapat mewadahi aspirasi fiqh islam secara penuh, berbanding terbalik dengan pancasila Sila pertama yang sejujurnya diambil dari ajaran Islam. Ketuhanan Yang Maha Esa oleh BPUPKI, dan rumusan Mukaddimah UUD 45 “Negara berdasar Ketuhanan yang Maha Esa”

2.      Pemikiran Sukarno yang berpedoman pada ajaran liberal Negara Amerika dan Eropa Barat, serta rumusan Deklarasi HAM versi PBB, yang walaupun berbeda dalam banyak urusan agama – tetap bisa menggunakan jalur tengah, yaitu menggabungkan keseluruhan ajaran berdalih alasan kemanusiaan. 

3.       Beberapa peluang yang ditemukan dalam undang-undang untuk menyelipkan ajaran islam sempat dimasuki celah, tetapi dihalangi kaum nasionalis yang takut agama islam akan menjadi agama dominan dan mengambil alih pemerintahan mutlak.

4.      Factor politik yang tidak member kesempatan pada Hukum Islam sebagaimana yang diinginkan umat islam kala itu, membuat berbagai pemberontakan bernuansakan islam muncul karena campur tangan Belanda dalam hal pemerintahan; dengan membuat Negara islam sendiri. 




5.      Dalam penerapannya, Nasakom tidak selalu memberikan porsi yang sama bagi ketiganya. Justru disini golongan nasionalis dan komunis yang Berjaya, sedang golongan Agama harus sedikit mengalah karena rendahnya wadah aspirasi resmi. Pembubaran Masyumi juga menjadi tanda bahwa Islam sedang dihambat perkembangannya.

6.      Ada beberapa tokoh yang tetap bersikukuh menawarkan undang-undang yang diadopsi dari Hukum Islam. Diantaranya K.H. Mohammad Dahlan yang mengusulkan undang-undang perkawinan, namun tampaknya belum menemui jalan terang. 

7.      Berdirinya Peradilan Agama dan UU nomor 14 tahun 1970 dapat dikatakan sebagai satu dari sekian jalan terang dalam masa ini, meskipun kewenangan peradilan masih begitu minim.

8.      UU no. 14 Tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan. Presiden Suharto menyetujui pembuatan  kompilasi hokum islam mulai dilakukan di tengah kondisi yang tidak ramah pada Hukum Islam itu sendiri.  

9.      Wewenang PA mulai dikebiri lagi dengan perpindahan system politik Belanda, yakni dengan Staatsblad No. 116 Tahun 1937 yang berisi pencabutan wewenang Pengadilan Agama untuk menangani masalah waris dan lainnya. 

10.  Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.

11.  Munculnya teori-teori dari peneliti Belanda yang pada prakteknya menyudutkan Fiqh Islam. Seperti teori Receptie yang dikemukakan Snouc Hugrounje. Yang dikecam sebagai teori Iblis oleh Hazairin.


Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida