Aliran Positivistik



Pendahuluan
Bermula dari banyaknya reaksi yang berbeda dari beberapa kalangan, diantaranya, menurut Kuhn, paradigma baru timbul karena adanya proses siklus-historis. Selain itu reaksi atas pandangan positivism logis tersebut juga muncul dari Karl Popper yang mengembangkan paham rasionalisme kritis dan prinsip falsisikasinya dalam karyanya yang bertitel The Logic of Scientific Discovery (1959). Popper menentang the principle of verification “prinsip verifikasi” dan prinsip induksi positivisme logis. Dalam ilmu-ilmu pengetahuan empiris, prinsip induksi belum tentu mencapai hukum-hukum umum. Selain itu dalam sejarah ilmu pengetahuan sering muncul ilmu pengetahuan yang berasal dari konsep-konsep metafisis. Epistemology kebenaran tidak didasarkan atas proses induksi melainkan berdasarkan pembenaran logis dengan prinsip falsifikasi, yaitu membuktikan adanya ‘kesalahan’ pada hukum-hukum ilmiah. Suatu teori dalam ilmu social tidak dapat dilepaskan dari sisi praktis-pragmatisnya, oleh karena itu tidak satupun ilmu pengetahuan itu value free (bebas nilai).

Pembahasan 
a. Pengertian.
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata pofitif di sini sama artinya dengan factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivism, pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta. Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah atau subjektif sebagai sumbernya, ia hanya mengandalkan fakta-fakta belaka.
Munculnya aliran filsafat positivisme ini dipelopori oleh seorang filsuf yang bernama August Comte (1798 – 1875), seorang filosof yang lahir di Montpellier Perancis. Mulai abad 20-an sampai dengan saat ini, aliran positivisme mampu mendominasi wacana ilmu pengetahuan. Aliran ini menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar, yaitu berdasarkan kriteria-kriteria eksplanatoris dan prediktif.
Pendekatan ilmiah positivistic didukung oleh jenis penalaran induktif. Model pendekatan ini diilhami oleh gerakan keilmuan masa modern, yang mengharuskan adanya kepastian di dalam suatu kebenaran. Hal tersebut bisa terwujud apabila kebenaran dari suatu kesimpulan dapat diukur, diobservasi, diulang dan diverifikasi.. Inilah yang disebut dengan yang positif. Prinsip utama kaum positivitis, dengan penalaran induktifnya, ialah termuat dalam pernyataan mereka yang menyebutkan bahwa tugas ilmu pengetahuan modern tidak lain yaitu merumuskan hukum-hukum yang bersifat umum dan mutlak perlu.



b. Kebenaran menurut pandangan positivistic

Positivism logis (disebut juga empirisme logis, empirismerasional, dan juga neo-positivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Positivism logis berpendapat bahwa filsafat harus mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus dapat memberikan criteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali. Misal orang pada akhirnya berkesimpulan, dan itu benar, bahwa logam; apapun jenisnya, jika dipanaskan akan memuai atau pada kesimpulan bahwa api itu panas. Disini tampak bahwa prose nalar tersebut berlandaskan pada pengujian terhadap kedua golongan benda tersebut, hal ini dipandang sebagai kebenaran yang bersifat umum bermula dari peristiwa khusus. Kaitan antara penalaran induksi dengan pandangan positivistic (verifiable, measurable, and observable) pada hakekatnya bertumpu pada cara kerja ilmu pasti alam, sebagaimana yang ditegaskan Francois Bacon, yakni “adanya kepastian hukum dan konstan serta terbuktikan secara empiris”. Persoalan yang mendasar bagi mereka adalah, bahwa metode induksi berangkat dari beberapa kasus particular kemudian dipakai untuk menciptakan hukum umum dan mutlak perlu. Menurut Popper, teori-teori ilmiah selalu dan hanyalah bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir. Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori yang lebih tepat. Dimisalkan kita melihat tiga peristiwa, yang di dalamnya, seseorang yang pergi ke Masjid terlihat adalah orang yang akan melaksanakan ibadah. Bisa saja orang tersebut hanya bermaksud beristirahat sejenak dari perjalanan, mengisi kotak zakat, atau bahkan hendak mencuri barang-barang di dalam masjid. Dalam hal ini, sesungguhnya jumlah peristiwa yang kita dapatkan sulit untuk menjamin kebenaran penyamarataan yang kita lakukan. Tetapi bagaimanapun juga, hal itulah contoh yang terdapat dalam induksi.
Kasus dalam positivistic
Dari beberapa pengamatan, salah satu permasalahan pelik dari kehidupan rumah tangga yang sering terlihat adalah dampak perceraian orang tua. Masalah ini termasuk permasalahan yang dapat diobservasi, diukur, dan diamati mulai dari sebab musabab serta dampak negative positif dari hal tersebut. Ringkasnya, pertanyaan yang dapat saya kemukakan diantaranya: (a)apa saja sebab yang menimbulkan perceraian itu terjadi? (b)Bagaimana dampak psikologis dari anak maupun kedua pihak yang sedang bercerai tersebut? Dari beberapa pengalaman, kasus perceraian memang sejatinya menimbulkan banyak konflik, perebutan hak asuh anak, pencemaran nama baik, perebutan harta gono-gini, dll (missal: kasus perceraian musisi ternama Ahmad dhani-Maya Estianti). Hal ini sebenarnya dapat diminimalisir atau dicegah secara dini, karena salah satu alasan perceraian mungkin bermula dari buruknya komunikasi kedua orang tua dan pada akhirnya anak yang akan menjadi korban utama.
Atau masalah lain yang sedang menjadi sorotan media massa dan aparat hukum yaitu penggelapan dan pencucian uang nasabah senilai 17 M oleh Malinda yang tidak lain adalah karyawan senior dari bank tersebut. Sampai sekarang polisi telah memblokir 30 rekening yang diduga wadah uangnya, Malinda ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri sejak 24 Maret 2011. Polisi menyita puluhan dokumen transaksi dan empat mobil mewah. Ia dijerat sangkaan pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan atau pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.(IK). Hal ini terjadi karena penyalahgunaan tanggungjawab dikarenakan adanya cara mendapatkan uang tersebut dengan mudah yang sesuai batas kewenangannya (slip kosong bertanda tangan). Berbeda dengan masalah social seperti diatas, gejala-gejala alam lebih mudah untuk diamati, disamakan, dan disimpulkan. Dimisalkan terjadinya tsunami, munculnya hal tersebut memang tidak dapat dicegah tetapi dampak alamiah maupun batiniah nya dapat diantisipasi sehingga ada kesiapan mental untuk menerima hal itu, dengan pemberitahuan dari BMKG yang bertugas untuk memantau kondisi alam dari beberapa ahli dan data statistic yang mendukungnya kemudian diadakan sosialisasi menyeluruh untuk menyiapkan petugas tanggap dalam hal tempat, tenaga, dan bantuan pengungsian

Penutup
Kesimpulan
Bertolak dari aliran positivisme seperti diatas, yang keseluruhan hal secara umum adalah menggunakan pengalaman, fakta empiris, juga tidak mengenal spekulasi. Sederhananya adalah dalam hidup juga dalam ilmu pengetahuan ada banyak macam keseimbangan dan bermacam-macam ilmu itu kesemuanya selalu dalam perkembangan dan penyempurnaan. Beberapa diantaranya memang tidak dapat dibuktikan oleh manusia (rasio) karena pada dasarnya sifat inderawi dan juga kemampuan manusia adalah terbatas. Dalam metode induktif pun kesimpulannya hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan-pernyataan yang telah diajukan, padahal kenyataan membuktikan bahwa terjadi generalisasi pada induksi, keseluruhan ilmu memiliki kebenaran yang sifatnya adalah relative, yang artinya kebenaran ini selalu mengikuti waktu dan pembaharuan (digantikan yang lebih tepat).

Daftar Pustaka
1. S. Juhaya, Praja, Aliran-aliran filsafat dan Etika, Jakarta, Kencana, 2003.
2. Pokja akademik UIN Sunan kalijaga, Filsafat ilmu, Yogyakarta, 2005.
3. file:///E:/TUGAS/smt%202/FILSAFAT/Akal%20&%20Kehendak%20_%20Melawan%20Positivisme.htm jurnal kebebasan: akal dan kehendak. Vol III, edisi no.70, tgl 22 Maret 2009 oleh giyanto.
4. file:///E:/TUGAS/smt%202/FILSAFAT/Positivisme%20dan%20Perkembangannya%20-%20Arif%20Wibowo.htm
5. Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu: kajian atas asumsi dasar paradigm dan kerangka teori ilmu pengetahuan, Yogyakarta, Belukar, 2008.
6. Louis O.Katsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2004.
7. file:///I:/TUGAS/smt%202/FILSAFAT/pengaruh-aliran-filsafat-positivistik_05%20(kasus).htm Selasa, 5 Oktober 2010.

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida