HUKUM WARIS PERDATA INDONESIA


Oleh : Latifa Mustafida, S.H., M.Kn

Penjelasan mengenai Hukum Waris Perdata tercantum dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang memuat tentang kebendaan. Dengan jumlah 43 pasal, dimulai dari Pasal 830 sampai dengan Pasal 873 KUHPerdata.

Pengertian hukum waris yang diberikan oleh para sarjana adalah, “peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang yang lain”. Itu berarti bahwa, hukum waris baru dapat terjadi jika telah tercukupi 3 (tiga) syarat:

a.       Pertama, adanya seseorang yang meninggal dunia,
b.      Kedua, adanya harta kekayaan atau peralihan kewajiban, dan;
c.       Yang terakhir adanya ahli waris (penerima harta waris).

Pasal 830 KUHPerdata mencantumkan bahwa, “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Dengan adanya kematian seseorang yang akan disebut sebagai pewaris, maka terbukalah harta pewaris untuk dapat disebut sebagai harta warisan. Harta peninggalan si meninggal dunia atau pewaris tidak hanya berbentuk uang saja maupun deposito, namun juga dapat berbentuk utang piutang, pinjaman dkk.




Kematian seseorang dapat dibuktikan dengan adanya surat kematian atau akta kematian dari instansi yang berwenang. Dengan adanya status kematian seseorang, maka terjadi peralihan kekayaan dari si meninggal kepada ahli warisnya. Hal tersebut terjadi karena sifat kebendaan dari harta kekayaan yang ditinggalkan oleh si meninggal dunia kehilangan pemilik, sehingga secara tidak langsung, harta kekayaan berpindah kepada anak keturunannya atau keluarga sedarah terdekat.

Pada prinsipnya dalam hukum waris berlaku pewarisan tanpa wasiat. Pasal 874 BW menyatakan bahwa, “Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah.” Dalam hal ini, apabila si meninggal dunia tidak membuat ketetapan apapun/wasiat, maka secara langsung waris tersebut jatuh kepada ahli warisnya menurut Undang-Undang (ab intestato).

 Lalu siapa yang disebut dengan ahli waris ? pasal 832 KUHPerdata menyatakan bahwa,
“Menurut Undang-Undang, yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini.”


Dari pasal tersebut ditarik kesimpulan, yang dapat menjadi ahli waris adalah 2 (dua) pihak, yakni mereka yang memiliki hubungan kekeluargaan/sedarah dengan si meninggal dunia, dan atau mereka yang memiliki hubungan hubungan persemendaan atau perkawinan dengan si meninggal dunia. (hukum waris Indonesia juga mengenal pewarisan melalui wasiat atau yang dikenal dengan istilah testamenter, namun hal tersebut akan dijelaskan dalam pasal yang berbeda).

Pewarisan karena kematian mengatur bagian istri/suami yang hidup terlama yakni dipersamakan dengan bagian seorang anak. Mengapa dipersamakan dengan bagian seorang anak?  Undang-Undang mengatur bahwa isteri/suami yang hidup terlama merupakan ahli waris dari si meninggal dunia, namun isteri/suami yang hidup terlama tidak memiliki bagian Legitieme Portie. Oleh karenanya undang-undang hanya membatasi hal tersebut pada pewarisan ab intestato. Oleh karena isteri/suami yang idyo terlama tidak diberikan legitieme portie, mereka tidak perlu memberikan inbreng terhadap pembagian waris si meninggal dunia.

Dengan demikian, prinsip-prinsip secara umum dalam hukum waris perdata indonesia diantaranya:
a.       Harus ada Kematian (Pasal 830);
b.      Keberadaan (ahli waris sudah ada ketika warisan terbuka, kecuali anak dalam kandungan) ;
c.       Genealogis (hubungan darah/keluarga terdekat);
d.      individualistis (masing-masing ahli waris dapat menuntut pembagian warisan baik untuk diri sendiri maupun kepentingan bersama);
e.      Penggantian / Substitusi, hak mewaris dari ahli waris yang lebih dahulu meninggal dunia daripada pewaris dapat diganti oleh keturunannya;
f.        Kesamaan Hak, bagian waris laki-laki maupun perempuan adalah sama;
g.       Ahli waris garis lurus tidak dapat dicabut hak mewarisnya (dalam cara apapun, hibah maupun wasiat, pewaris tidak dapat menghilangkan bagian ahli waris yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, bagian tersebut disebut legitieme portie) ;

Selain daripada prinsip-prinsip tersebut, dalam hukum waris perdata Indonesia, ahli waris memiliki beberapa hak yang diberikan oleh hukum, diantaranya adalah:

a.       Hak Hereditatis petitio, ahli waris berhak mengajukan tuntutan hukum sehubungan dalam kedudukannya sebagai ahli waris kepada pihak ketiga baik yang juga sebagai ahli waris maupun bukan yang menguasai sebagian warisan tanpa hak;
b.      Asas Saisine (ahli waris mendapat hak dan kewajiban si meninggal dunia tanpa memerlukan suatu apapun.  Aktiva dan pasiva si meninggal dunia berpindah kepada ahli warisnya secara langsung, kecuali menolak);

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida