Buku Harian : Media Kenangan


Saya punya kebiasaan kecil yang sudah puluhan tahun saya lakukan. Sejak SMP. Mungkin malah sejak sd. Sebagian dari kalian melakukan hal yang sama, tapi sebagian yang lain tidak. Beberapa menganggapnya sebagai hal norak yang hanya dilakukan oleh anak kecil, anak mellow, anak penyuka sastra. Beberapa yang lain menganggapnya seru, mengasikkan, dan menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan setiap harinya – bangun tidur – siang hari – dan sebelum tidur. Tapi bagi saya, lebih dari itu, menulis membantu menemukan saya pada diri saya sendiri.

Tulisan demi tulisan yang jadi kenang-kenangan hidup saya itu tidak semuanya terkumpul rapi saat ini. Beberapa hilang, dibuang, bahkan sengaja saya bakar. Tulisan masa smp saya sudah tidak ada lagi yang tersisa. Entahlah, itu mungkin bukti bahwa di masa itu saya masih terlalu kekanak-kanakan, membesarkan hal kecil menjadi besar, dan sebaliknya. Lucunya, meskipun tidak mengingatnya secara detail, saya tetap mengingat bagaimana gaya tulisan, bahasa, dan sebagian besar masalah yang saya alami waktu itu. Yaaa palingan cuman cinta monyet anak bocah beranjak gede kayak saya. Wkwk

Buku yang lain, sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini masih sengaja saya simpan. Total 14 buku, dengan model buku kecil batik yang simple dan tidak ribet. Setiap hari, atau kemanapun saya pergi, saya selalu membawa buku itu. Mulai dari jadwal ujian, jadwal pelajaran, progress kenaikan nilai tiap kali ulangan, pengeluaran, dan catatan harian khusus ada disana. Dulu.




Sekarang, tulisan-tulisan dalam buku itu menjelma menjadi bentuk yang lebih manusiawi. Lebih warna-warni, dan banyak macamnya. Segala macam tumpah ruah disana, pekerjaan, kehidupan, ibadah, percintaan, kegelisahan, mungkin lebih banyak dari itu. Perasaan saya ketika menuliskannya dulu tidak pernah saya ketahui lagi. Bisa jadi bahagia, ragu, atau sedang kecewa. Tapi ketika membacanya lagi, saya tau saya pernah berproses disana. Garis tangan saya yang saya latih sejak dulu. Ketika membacanya lagi banyak sekali perasaan yang muncul, lucu, perasaan asing yang muncul setelah lama menyadari bahwa kita pernah di masa itu. Yang alay, tukang mengeluh, tidak bersyukur, dan sejujurnya – lebih tepatnya menggelikan. Hehe.

Yang jelas dari semua hal tadi, menulis membantu saya menemukan berbagai macam emosi yang sebelumnya tidak saya kenali. Apa aja manfaat menulis yang saya lakuin sampe sekarang? Yuk mari cekidot :

1.       Nostalgia : Pengingat.
Ingatan kita terbatas, dengan membuat tulisan yang bisa kamu ingat suatu saat nanti itu jelas membantu kita menyimpan kenangan dan cerita-cerita lama. Misalnya saja, dulu kita pernah mengalami suatu kejadian – karena itu tidak begitu penting, wajar jika kita melupakannya. Tapi karena pernah menuliskannya, kita tidak sengaja tersenyum karena dulu kita pernah bereaksi sangat frontal terhadap masalah yang hanya begitu saja. Membaca cerita lama juga membuat kita dapat bernostalgia, tulisan membantu kita mengabadikan kenangan.
Menulis secara rutin juga dapat menjadi pengingat target dan pencapaian yang telah kita capai selama ini. Apa saja target anda di tahun 2009, sudahkah tercapai, apa saja yang telah kita lakukan, tempat mana aja yang telah kita kunjungi, berapa rupiah yang telah kita habiskan atau ada beberapa catatan tentang hal-hal yang membuatnya berjalan tidak semestinya. Anda malas, maka solusinya hilangkan kemalasan itu. Anda menunda pekerjaan dan tidak selesai, maka solusinya segera selesaikan pekerjaan itu. Adakah dari semua target yang kalian tuliskan telah tercapai? Jika iya, kita patut bersyukur dan berterima kasih terus menerus pada Tuhan.
Tulisan yang pernah kita buat dulu akan berguna untuk menganalisis dan mengklasifikasi apa yang seharusnya dilakukan dan tidak harus kita lakukan. Apa yang harus kita perbaiki. Apa yang harus kita rubah. Selain itu, mencatat segala pencapaian dan dan momen-momen hebat yang terjadi dalam hidup kita akan membuat kita lebih menghargai yang pernah kita lakukan. Setidaknya, kita pernah punya pencapaian.

2.       Healing. Bersyukur.

Menulis ekspresif dan jujur atas kejadian yang kita alami merupakan cara yang bisa kita gunakan untuk penyembuhan emosional, fisik, dan psikologis. Penulis Writing to Heal, Dr James Pennebaker, melihat bahwa menulis dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Studi lain juga menyatakan bahwa melepaskan kondisi emosional dalam tulisan, atau dalam buku harian dapat menurunkan tingkat stress, kecemasan, dan masalah-masalah yang anda pikirkan.

Bagi kalian yang mempunyai pola berpikir akumulatif, menulis merupakan salah satu cara jitu yang saya sarankan. Menuliskan segala perasaan, kejadian, kecemasan, kekhawatiran yang kalian rasakan bisa mengurangi sedikit demi sedikit gangguan yang kalian alami. Alih-alih mengeluh, setelah menuliskannya, cobalah untuk mengurai hal-hal yang bisa kamu syukuri, hal-hal yang telah kamu dapatkan, telah kamu miliki, dan hal-hal yang selama ini telah Tuhan karuniakan untuk kamu. Dengan begitu, sedikit demi sedikit kamu bisa lebih berfokus pada kelebihan, bukan pada kekurangan dan akhirnya kecemasan kamu perlahan mereda.

Selain itu, disadari atau tidak disadari. Ketika kita sedang stress atau banyak masalah, menulis kecemasan tersebut membuat kita fokus pada emosi negatif yang dapat dihindari. Anda melepaskan sejenak beban pikiran, sekaligus tau bahwa emosi yang sedang anda rasakan dapat dikendalikan oleh anda sendiri. (tidak ada yang bisa melakukannya kecuali kalian sendiri)

Menuliskannya membuat anda dapat mengklasifikasikan emosi, memahami sejenak, dan mengelola emosi yang muncul. Hal itulah yang dimaksud sebagai wadah yang tepat menuangkan emosi dan meningkatkan kesadaran diri. Percayalah, semua emosi itu baik. Anda dapat membedakan dan memahaminya.

Di luar itu semua, saya rasa saya memang menyukai tulis menulis. Saya menyadari bahwa benar-benar tidak ada nilai sempurna untuk tulisan manapun (bahkan untuk hidup itu sendiri). Semua tulisan bisa membawa kebaikan, sebagaimana semua tulisan bisa membawa pengaruh buruk. Jadi pilihan kita lah yang sebenarnya menentukan untuk apa tulisan yang kita tulis.


Selain sebagai media penyembuhan dan pengingat diri, menyenangkan rasanya punya sesuatu hal yang menjadi bukti kenangan. Dapat dikenang. Dan bahkan suatu saat nanti jadi peninggalan yang berkesan.