TANTANGAN BARU PROFESI HUKUM DI ERA DIGITAL


Pandemi covid mengakibatkan sejumlah pola dan kebiasaan hidup baru, tren masyarakat berubah, salah satunya dalam penggunaan teknologi. Pola kehidupan masyarakat yang konvensional telah berubah menjadi more technology untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Physical distancing yang mengganggu mobilitas masyarakat kini perlahan mulai dapat digantikan dengan pemanfaatan teknologi dan fasilitas digital yang ada. Kegiatan yang tidak dapat dilakukan secara langsung kini dapat diambil alih oleh teknologi.

Terdapat kenaikan secara drastik penggunaan perangkat teknologi. Bekerja, pengobatan, belanja, hiburan, pembelian bahan makanan sehari-hari dan pembayaran dilakukan secara online. Dapat dilihat dari ramainya penggunaan skype, zoom, google meet dan kenaikan omset marketplace atau e-commerce di masa pandemi.  Bank Indonesia (BI) menurut laporan, mencatat jumlah transaksi jual beli e-commerce hampir dua kali lipat di tengah pandemi. Jumlahnya meningkat drastis dari 80 juta transaksi di tahun 2019 menjadi 140 juta transaksi sampai dengan bulan Agustus 2020.

Melihat kenaikan dan tren pasar yang berubah, bagi para praktisi hukum yang menerapkan cara konvensional untuk berkomunikasi, agaknya kini harus dipaksa untuk menyesuaikan dan beradaptasi pada pola yang baru . Peluang bisnis dan monetize uang dari elektronik yang melangit sudah dimanfaatkan oleh beberapa kalangan untuk memberikan layanan hukum, salah satunya kontrak hukum yang memberikan jasa pembuatan perjanjian tanpa janji temu fisik, hanya via elektronik (email, chat) dengan harga yang minimal. Kelebihan yang ditawarkan di era digital memaksa pihak lain untuk beradaptasi atau harus tersisih.





Perubahan era ini sudah dimulai beberapa tahun lalu, namun meningkat pesan pada masa pandemi. Mahkamah Agung mengembangkan layanan e-court untuk mendata advokat resmi dan melakukan sidang elektronik (kecuali untuk beberapa agenda persidangan). Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia dengan layanan ahu.online.go.id mulai memperbaiki diri dengan menambahkan layanan SABU (Sistem administrasi badan usaha) yang sebelumnya masih dilakukan hanya dengan pengesahan pengadilan. Segala hal mengenai data perusahaan bahkan Profesi Notaris/PPAT kini sudah terekam datanya dalam sistem khusus yang dibuat Negara untuk membuat iklim persaingan yang sehat.

Banyak kalangan hukum mulai dari advokat, Notaris & PPAT, Pejabat Lelang dan bahkan instansi kenegaraan mulai memperluas cakupan layanan. Website, email, konsultasi kerja via zoom, meeting virtual dan transaksi elektronik lebih diminati dan mempermudah dalam pemberian layanan kepada masyarakat luas, termasuk pelaksanaan RUPS secara online dengan kehadiran notaris untuk memantau jalannya rapat. Kita tentu tidak dapat menutup mata atas perkembangan tersebut. Resiko dan peluang besar berjalan beriringan. Namun yang harus digarisbawahi adalah, perubahan akan selalu membawa kemudahan dan pengawasan yang transparan dan hal tersebut dianggap baik bagi masyarakat.

Dengan beradaptasi dan mengembangkan diri pada tantanganan tersebut, semoga pelayanan yang diberikan dalam jasa hukum dapat berjalan makin baik dan transparan. Efektivitas dan fleksibilitas yang dibutuhkan masyarakat umum dalam pelayanan hukum harus dapat terjangkau dari sudut manapun, dengan begitu harapan kita hukum dapat berkembang lebih baik dan dimengerti semua pihak dengan baik dan benar.

                                                                                 Latifa Mustafida, S.H. M.Kn.

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida