Apa arti kata
istirahat ?
istirahat/is·ti·ra·hat/ v,
-- singkat istirahat dua hari yang dapat
diberikan kepada seorang pegawai negeri karena sakit ataupun karena keperluan
lain; berhenti
(mengaso) sebentar dari suatu kegiatan (untuk melepaskan lelah);
rehat
beristirahat/ber·is·ti·ra·hat/ v 1 berhenti
sebentar untuk melepaskan lelah: mereka
~ selama sepuluh menit sebelum melanjutkan pertandingan; 2 berlibur untuk mengaso: sesudah kenaikan, anak-anak ~ selama sebulan;
mengistirahatkan/meng·is·ti·ra·hat·kan/ v 1 membiarkan
istirahat; 2 ki mem-berhentikan (dari
pekerjaannya);~ diri melepas lelah;
Begitu arti
kata yang muncul di KBBI. Tidak ada definisi yang pasti dan tidak ada mata
pelajaran dimanapun yang mengajarkan ini.
Istirahat.
Kata yang saya
mengerti, tapi sebenarnya (absurd) di kehidupan nyata, saya tidak benar-benar
mengerti bagaimana itu harus dilakukan. Tiap kali punya waktu senggang, saya
terus melakukan sesuatu hal, menyibukkan diri, seolah waktu kosong adalah suatu
dosa dan tidak boleh dibiarkan begitu saja. saya mengisinya dengan membaca
buku, menonton variety show kesukaan, menyetrika, naik motor tanpa
tujuan, kadang mencari hal yang bisa dibersihkan, mengecat rumah dengan warna
baru, merubah tatanan meja kursi, dan jarang sekali melihat saya hanya diam,
melamun, membiarkan waktu lewat tanpa melakukan apapun.
Sekalipun saya
diam dan tidak melakukan sesuatu, anehnya, kepala saya tetap penuh seperti
dipaksa diseret kesana kemari memikirkan banyak hal. ini itu. Banyak sekali. Di
saat seperti itu, fisik saya memang beristirahat, tapi kepala saya - tidak.
Jadi daripada
disibukkan dengan pikiran aneh, terkadang saya lebih memilih untuk membuat
badan lelah sehingga saya tidak mungkin berpikir hal lain lagi (ini mungkin cara yang aneh tapi manjur juga meskipun membuat masalah yang lain lagi hhe).
Mungkin tidak
hanya saya yang begini, beberapa dari kalian mungkin merasa begitu.
Bukan tanpa
alasan kebiasaan ini berubah menjadi (seperti) kepribadian saya. Dulu tidak
begitu. Meskipun mengakuinya bahwa saya memang kaku sejak dulu, saya tetap
makan dengan baik, istirahat, bermain dengan baik, mengobrol banyak hal dengan
orang terdekat (di kantor) dan melakukan segala sesuatunya sesuai porsinya.
Setelah
membuka kantor mandiri, saya, seperti kerasukan untuk terus mencari kesibukan,
bertanya kesana kemari, ribet mendatangi sana sini, hal yang saya sadari
sekarang adalah mungkin itu karena kekhawatiran saya atas banyak hal.
Kekhawatiran saya karena memulai hal baru, kekhawatiran atas rezeki, atas
relasi yang sedikit, pengalaman yang tidak banyak, dan mungkin masih banyak
lagi.
Kekhawatiran itu
berubah menjadi obsesi yang tidak terkira pada kecepatan, kesibukan, list
kerja tidak rasional, dan hasil yang harus selalu maksimal (yang juga tidak
rasional, mana mungkin hidup tanpa kesalahan. Apalagi anak baru seperti saya
hehe). Waktu itu, saya jarang mengobrol dan tidak tahu bagaimana caranya
menghilangkan Lelah. Orang-orang terdekat saya yang mungkin lebih tau bagaimana
saya menjadi lebih sensitive dan suka marah-marah hhe. Terlebih saat itu, saya
merasa sangat sendirian dan tidak punya tempat bercerita (betapa mengerikannya
pikiran kita jika tidak diolah, itulah mengapa manajemen stress sangat penting
bagi kita).
Kekhawatiran itu
cepat saja berubah menjadi rasa letih, pegal-pegal, linu, asam lambung, sakit
kepala, nyeri syaraf, dan boleh lah kalian menyebutnya sebagai stress karena
saya memaksakan diri untuk bergerak diluar kemampuan batas fisik dan pikiran
saya. Hasilnya ? 3 bulan saya diberi rujukan maag akut, harus rawat jalan tiap minggu, endoskopi, dan selebihnya hanya berdiam diri di rumah.
Apakah saya
berhenti setelahnya ? hehe, Tidak. Obsesi itu masih berlanjut.
Justru karena
terlalu lama berdiam diri di rumah, saya seperti harus balas dendam atas waktu-waktu
kurang produktif yang sudah terbuang, atas waktu lampau yang tidak maksimal
saya gunakan, atas waktu-waktu lampau ketika saya tidak berdaya karna sakit dan hanya
bisa diam tanpa kesibukan, serta waktu-waktu yang terbuang atas pikiran buruk dan
kekhawatiran saya. semua waktu itu, saya pingin menukarnya.
Saya bekerja lebih
banyak dari biasanya (saya menganggapnya sebagai rasa syukur bahwa saya telah
diberi kesehatan (lagi) dan bisa bekerja – saya punya banyak tanggung jawab – dan
harus memanfaatkan waktu dengan baik atas amanah dan kepercayaan yang diberikan
Allah, atasan, dan juga klien).
Tak jarang
saya bekerja dari subuh sampai malam, duduk diam di hadapan laptop, istirahat
sesekali untuk solat dan makan pun kadang saya lakukan sembari tetap
mengerjakan berkas. Saya membiarkan kepala saya dalam keadaan penuh (tidak rileks) berpuluh jam dan itu mungkin telah berjalan bertahun-tahun sejak itu.
Kini saya lupa
caranya menikmati pekerjaan, menikmati makan siang, membuka diri, mengobrol –
tertawa - berkomunikasi dengan team, saya lupa caranya diam dan kosong –
yang saya ingat hanya kecepatan dan tenggat waktu. Saya hanya fokus pada hasil
dan mengabaikan banyak hal. saya lupa, selain pekerjaan (yang merupakan amanah), tubuh yang dititipkan kepada saya juga merupakan amanah untuk dijaga dan dirawat sampai nanti kembali.
Saya seperti
tertarik di dunia magis yang menganggap bahwa waktu adalah sesuatu hal yang
harus terus kamu gunakan. Produktif bagi saya adalah dengan terus bekerja, terus
menggunakan waktu secara maksimal, banyak hasil – dan semua selesai sesuai
rencana, padahal, terkadang tubuh dan otak kita memiliki batasan diluar yang
tidak pernah kita duga.
Tubuh saya
kerapkali memberikan kode, leher kencang, kepala sakit, perut perih, mata
buram, dan begitu banyak sekali kode yang diberikan namun saya menganggapnya
sebagai – alah nanti juga sembuh sendiri- seolah tubuh saya adalah robot
tidak berjiwa yang hanya perlu diservis sesekali dan tidak perlu diperhatikan
sama sekali.
Seringkali
saya berpikir, mengapa saya tidak pernah bersantai? Apa artinya bersantai ?
bagaimana seharusnya saya bersantai ?
Bagi saya,
istirahat – bersantai – adalah tidur dan tidak bekerja, atau dengan membaca buku,
menonton acara yang membuat saya tertawa, atau melakukan sesuatu seperti
berjalan-jalan di pagi hari adalah healing yang saya yakini sebagai
bentuk istirahat tubuh saya dari bekerja (seperti yang saya lakukan di kantor). Sebaliknya, ketika sakit pun, saya seolah-olah merasa bersalah karena tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak bisa maksimal mengerjakan banyak hal (padahal itu adalah hal yang wajar). Saya kesulitan mengabaikan pesan-pesan yang masuk, rentetan tugas yang belum dirampungkan, koreksi tugas yang belum saya cek, dan berbagai hal lainnya yang bahkan ketika sakit tidak sekalipun menyurutkan niat dan keinginan saya untuk tetap bekerja. Saya tetap bekerja meski kesakitan atau meski harus menahan rasa tidak nyaman.
Saya kira saya
terlalu ber-dedikasi pada pekerjaan.
Ternyata saya
hanya tidak tahu bagaimana cara beristirahat dari berbagai hal dan pikiran-pikiran itu.
Ternyata mungkin
itu hanya pelarian dari seluruh kekhawatiran dan ketidakpercayaan saya pada
diri sendiri, orang lain, mungkin juga pada Allah.
Kendati
begitu, kini sepertinya saya ingin berteman baik dengan istirahat. Saya ingin
tau bagaimana caranya makan siang dengan baik, mengobrol dan lebih dekat dengan
orang di sekeliling, menikmati waktu santai tidak melakukan apa-apa dan
tidak membuat rencana, memaafkan tenggat waktu yang tidak sesuai, memaklumi to
do list yang tidak terlaksana, membiarkan kesalahan demi kesalahan dan biar
saja terjadi sebagaimana adanya. Setidaknya bukankah yang penting kita telah
mengupayakan yang terbaik?
Untuk kalian
yang sepertinya merasakan hal yang sama,
Ternyata
selain manajemen waktu yang penting untuk kita pelajari, ada 2 hal penting lagi
yang harus kita jaga – manajemen stress dan istirahat tubuh kita sendiri.
Jika tidak pernah ada guru yang memberikan mata pelajaran itu, jika tidak ada
buku panduan yang mengajarkannya, mari kita coba cari bersama. barangkali saja
kita akan menemukannya dengan mencoba berbagai cara yang kita bisa dan kita
suka.
Meditasi,
melamun sambil minum kopi, yoga, bernyanyi,
mendengarkan suara gemericik air dan burung-burung di youtube, bisa jadi
apapun. Mari kita coba kendalikan fikiran dan menjaga Kesehatan badan.
Saya kira,
hidup sehat hanya membutuhkan makanan yang bergizi (sayur – buah – 4 sehat 5
sempurna), olahraga, tidur cukup (dan berkualitas), ibadah yang baik, ternyata
lebih dari itu – menjaga Kesehatan pikiran dan keselarasan tubuh juga adalah
yang paling utama.
Kini, setelah beberapa terapi stress atas beberapa pekerjaan berlebih yang saya lakukan, saya dipaksa beristirahat di rumah (karena apalagi kalau bukan karena covid yang mewajibkan saya isolasi mandiri). Praktis janji saya dengan klien tertunda, sidang-sidang dan bimbingan skripsi yang sudah saya jadwalkan sebelumnya dibatalkan, dan agenda lain yang telah saya buat harus dijadwal ulang - segalanya memang harus diatur ulang dan tertunda, tapi mau bagaimana? saya harus belajar berdamai dan beristirahat bukan ?
Sementara saya masih sibuk dengan pikiran-pikiran tentang bagaimana cara menikmati waktu yang tidak bisa saya gunakan di luar, semoga kita semua nanti akhirnya tahu bagaimana cara beristirahat dan mengistirahatkan diri dengan baik agar cepat pulih dan maksimal menjalankan sederet rencana.
Lagipula, rencana memang benar milik Allah bukan ? Salam rabu. semoga tetap sehat selalu.
Best Regards, Latifa Mustafida
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida