Umroh Pertama : Review singkat Makkah 4 hari!

Apa yang dirasain setelah sampai di Makkah ?


Sambil mengenang yang sudah terlewati, saya akan perlahan-lahan menuliskan disini,-



Sepanjang perjalanan, awalnya saya bersemangat – terharu – berdebar karena tempat yang saya rindukan sebentar lagi akan saya datangi. Saya hendak menuju tanah Haram. Tanah yang dimuliakan. Tempat doa-doa di ijabah. Tempat dimana kakbah dan hajar aswad berada.

Lebih dari itu, ketika muthawwif mengajak rombongan untuk ber-talbiyah, mata saya sudah berkaca-kaca lebih dulu. Haru biru. Dada saya sesak oleh perasaan tidak jelas - tidak terbendung yang meluap lewat ujung air mata.  

Rasa haru itu masih terus bertahan sampai perlahan kantuk saya datang.

Sesampainya di Makkah, kami diminta untuk bersiap – bersuci – sekaligus makan sebelum berangkat ke masjidil haram dan menunaikan umroh wajib. Sesuai jadwal, kami harus siap pukul 10.30 di lobby hotel dan berangkatlah kami ke masjidil haram. Setelah sebelumnya kami harus menjamak ta’khir sholat, mulailah kami menunaikan umroh wajib bersama rombongan dan muthawwif.


Perjalanan tidak terlupakan saya dimulai disini.


Apa kesan & pesan yang paling teringat di benak?

Suasana sejak saya berjalan menuju masjidil haram sudah sangat ramai, mata saya tidak lepas memandang sekitar – menyimpan (memotret dalam ingatan) seluruh hal yang yang bisa saya simpan. Menikmati hal indah sepanjang tertangkap mata. Saya abadikan itu dengan mata, dan tentu saja dengan bantuan kamera handphone saya.

Bahkan di saat malam, pemandangan dari luar masjid sudah sangat megah. Di bilah kiri saya ada menara jam besar yang menjadi ikon Makkah, bangunan tinggi berisi mall dan pusat belanja, hotel-hotel berjejer, kamar mandi, ratusan manusia.  Saya tidak menyangka bahwa sudah disinilah saya, menuju kakbah yang biasanya hanya bisa saya lihat melalui foto atau video sosial media.



Pas ngliat Kakbah gimana rasanya ?

Gak percaya! Sembari menuruni tangga terakhir setelah pintu masuk, ketika kakbah mulai terlihat, kaki saya saja hampir tidak percaya bisa sampai disana!

Bisa melihat kakbah ada di depan mata, saya lemas sekaligus excited. Awalnya saya kira rangkaian umroh bisa saya lakukan dengan mudah. Saya melatih fisik saya sebelum berangkat tapi tetap saja, ternyata kesombongan saya tidak ada gunanya. Meskipun saya berlatih dan berolahraga lebih sering daripada adik saya, nyatanya saya sakit juga. Saya tidak bisa melawan sakit yang ditakdirkan kepada saya.

 Saya kira, ibadah fisik yang orang lain bilang tidak sesulit atau tidak akan menyulitkan saya.

Saya kira ibadah ini hanya membutuhkan kesiapan materi dan panggilan hati.



Semua perkiraan saya salah dan saya kembali diingatkan Allah bahwa lagi-lagi manusia memang hanya bisa berencana. Selesai 7 putaran thawaf pertama, saya sudah ditegur keras dengan rasa pening di kepala, pandangan kabur, kaki lemas dan hampir pingsan (padahal jarak thawaf saya tidak jauh dan syukur sekali saya sempat mencium kakbah disana) Ingin menyerah tapi saya tidak tega hati untuk tidak menyelesaikannya.

Dalam keadaan itu saya terpaksa duduk, mengembalikan separuh kesadaran yang tidak bisa saya paksakan dalam keadaan berdiri tegak. Alhamdulillahnya saya masih diberi kesempatan dan kekuatan untuk shalat setelah thawaf dan berdoa.

Tidak ada doa lain yang lebih banyak saya ucapkan di depan kakbah selain semoga saya diberikan kesehatan. Semoga saya diberi kesembuhan. Semoga saya diberikan kekuatan. Ketiga doa itu saya mintakan berulang-ulang dan disinilah saya sekarang, mengingat kembali kejadian itu sambil merenungi – kalau bukan karena kasih sayang dan belas kasihan Allah, saya tentu tidak bisa menyelesaikannya.

Apa pesanmu untuk mereka yang hendak beribadah umroh ?

              Saya ingat betul, saat itu saya sakit (panas dan radang) sehingga ketika harus lama berjalan saya merasa gontai, nyeri, dan berkeringat dingin. Saya pikir saya tidak akan bisa  thawaf wada. Tapi ternyata tidak. Memasuki pelataran masjidil haram keringat dingin saya perlahan hilang dan pening-pening yang awalnya terasa penuh mulai samar-samar hilang. Energi aneh itu saya dapatkan ketika mulai yakin saya bisa melakukannya.  Tidak seperti perkiraan saya.

              Masih segar di ingatan, di putaran ke-4 sa’i, diantara shafa dan marwah (saya – yang sudah hampir menyerah – lemas sekali kaki saya, berat digerakkan) saya terus menerus hanya bisa berdoa diberi kekuatan, sisa 3x putaran itu rasanya mustahil diselesaikan. Lorong antara shafa dan marwah yang sebenarnya tidak terlalu jauh nampaknya sangat panjang dan jauh. Kalau dibayangkan begitu melelahkan. Kalau bukan karena bantuan dzikir dan gandengan tangan adik saya tentu saya tidak bisa menyelesaikannya.

Secara naluriah – saya malu. Tapi mau bilang apa.

Bayangkan, usia saya baru masuk kepala tiga, dan berjalan terseok-seok hanya dengan 7x putaran. Sementara jamaah yang lain masih segar, semangat, bersuara lantang pula. Tidak akan lupa saya bagaimana ramai dan padatnya orang yang sedang sa'i. Dengan keadaan itu saya tidak menafikan bahwa hanya kekuasaan Allah dan keyakinanmu lah yang bisa mengendalikan segala sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah dan pasrahkan keyakinanmu disana. Umur, jabatan, kekayaanmu disana? Sepertinya tidak ada gunanya.



              Pesannya, lepaskan semua gambaran buruk dan ketidakmampuan yang ada di kepalamu ketika beribadah. Semua yang sudah ditakdirkan insya Allah akan tetap pada jalannya dan tidak perlu dirisaukan. Jangan lupa – ibadah ini bukan hanya persoalan material saja, ini adalah persoalan keyakinanmu kepada Allah dan kekuasaan-Nya.

 


Sebelum mencapai klimaks, semoga cerita singkat ini tidak berakhir disini, semoga kita akan selalu dikaruniai kemudahan untuk beribadah disana, dalam keadaan sehat – lancar dan maksimal. Aamiin. Salam Selasa.

Best Regards, Latifa Mustafida

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida