MENJADI LEADER


Persoalan menjadi seorang leader ternyata tidak hanya berkutat pada bagaimana kita harus memotivasi diri sendiri, bagaimana harus berdamai dengan mood atau bertoleransi terhadap seluruh ideal kita, tetapi juga mengenai bertoleransi terhadap orang lain, mendengarkan alasan, merumuskan sistem yang tepat, memberikan saran evaluasi, mengkritisi diri sendiri dan bahkan termasuk memberikan pilihan apa yang tepat untuk ribuan situasi yang terus menerus berganti (selalu).

Bisa jadi hukuman, bisa jadi sebuah penghargaan. Itu bergantung situasi & kondisi apa kita dihadapkan.

              Tentu saja membuat hal semacam itu tidak mudah, Pertama kita tahu pasti bahwa kepribadian & watak seseorang berbeda. Antara saya, kamu dan yang lainnya tidak ada yang sama dan itu cukup mengambil porsi tenaga pikiran yang besar. Kedua, lingkungan dan tingkat pendidikan setiap orang beragam. Ketiga, alasan suatu keputusan harus diambil & apa saja pertimbangannnya. Yang ke-4, memikirkan di akhir apakah keputusan yang diambil tersebut sudah merupakan final & yang terbaik? Apakah itu yang bisa kita tempuh saat ini & solusi terbaik?

 Dari ke-4 alasan di atas, keputusan yang diambil dalam suatu team memang harus diambil, dan sangat penting untuk tujuan penting itu sendiri, membuat diri sendiri dan team lebih baik serta supaya sistem tertata.

Tapi setelah mengambil suatu keputusan pun akan terus muncul pertanyaan, apakah ini akan adalah sistem yang  baik? Apakah keputusan saya kali ini yang terbaik? Apakah saya sudah menjadi leader yang baik? Berulang kali pertanyaan itu berputar-putar di kepala, sampai rasanya harus terus menerus membandingkan diri sendiri dengan lainnya.




Dalam pengambilan keputusan, kita dihadapkan pada emosi yang fluktuatif, pada serangkaian pendapat manusia lain, pada bagaimana pikiran & hati kita mengambil keputusan (yang dirasa) terbaik bagi semua. Kita mungkin seketika menjadi orang jahat, menjadi seseorang yang (terlihat) tidak bijaksana, seseorang yang menyebalkan, tapi – tidak apa, pendapat orang lain sebenarnya bukan alasan kita tidak mengambil keputusan atas sesuatu hal. Lagipula, menjadi leader bukan kesempatan semua orang – dan tidak semua orang akan memahami pengambilan keputusannnya (semoga kamu akan terus membaik dan belajar dari setiap perjalanannya).

Mengambil keputusan akan bergantung pada lingkunganmu, pola pikir, kepribadian, caramu merespon masalah – dan sederet eksperimen lain dalam hidupmu yang pasti tidak akan bergantung dan sama seperti orang lain, sehingga, membandingkan atau menyalahkan bahkan mengkoreksi orang lain merupakan hal yang tidak benar. Tentu saja, kita semua punya latar belakang yang berbeda, dan akan sangat baik untuk memahami serta menerima setiap keputusan daripadanya.

Pada satu titik, saya – atau kalian mungkin pernah merasakannya, tiba-tiba menjadi rendah diri, tidak aman, bahkan merasa tidak pantas menjadi leader karena perkataan orang lain yang terus menerus menyalahkan gaya kepemimpinan kita – mencela – mengkoreksi - menjadikan dirinya sendiri sebagai pihak yang benar (yang ternyata menyakiti dan membebani orang lain).

Tulisan ini sebenarnya saya buat 1 tahun yang lalu, yang akhirnya saya putuskan melanjutkannya hari ini setelah beberapa minggu lalu menyelesaikan reality show kompetisi team dengan beberapa leader. Setiap orang punya warna, dan melihat kompetensi orang lain untuk diterapkan  pada team atau orang yang berbeda adalah tidak bijak. Kamu punya nilai yang kamu anut sendiri, begitupun orang lain. silahkan memberi penilaian, tapi jangan paksakan nilai itu akan berlaku sama di kondisi lain, apalagi sampai berulang-ulang mengkoreksi atau menjatuhkan nilai orang lain di hadapan teamnya sendiri.

Saya akhirnya menyadari kegelisahan saya dengan jawaban, tidak benar membandingkan diri sendiri karena perkataan orang lain. tidak benar merasa insecure karena lidah manusia lain yang berbeda sama sekali dengan kita. tidak benar menganggap diri sendiri rendah hanya karena kata atau nilai yang diucapkan orang lain. Lagipula, mereka bukan kamu, dan kamu bahkan tidak berhak memberi komentar jika harus di posisi mereka. Kita bukan pada posisi untuk mengomentari orang lain, tapi yang benar adalah untuk belajar mengambil keputusan bagi diri sendiri.

Tentu saja, kamu harus berusaha memperbaiki setiap kesalahan dan belajar menjadi baik terus menerus – tapi saya yakin semua orang sedang belajar dan meniti jalan itu.

Kita berjalan di jalan yang sepi, panjang & rapuh. Kadang-kadang merasa mampu – di lain waktu terasing. Berbeda dengan mengikuti perintah, mengambil keputusan dan memberi sikap bukan sesuatu hal yang punya jawaban tetap – kita semua bisa punya jawaban sendiri (yang boleh saja berbeda), sama seperti kehidupanmu. Itu semua berbeda bergantung sudut pandang dan prioritasmu.

Dari seluruh pengalaman tadi, saya akhirnya menyadari, keputusan yang diambil dahulu mungkin bukan hal yang baik bagi kita saat ini yang telah mengalami banyak hal – tapi pada saat yang lalu merupakan pilihan terbijak yang bisa kita ambil. tentu saja, selalu ada keputusan yang pertama bagi orang lain, meskipun salah tidak apa daripada tidak membuat keputusan apapun untuk hidupmu.

Pesan saya kepada semua orang yang sedang berjuang, dan sedang merasa sedih karena perkataan serta penilaian orang, Jangan berkecil hati, suatu hari nanti, kita akan menemukan formula yang tepat untuk mengambil keputusan yang membahagiakan sekaligus kebijaksanaan untuk tidak merasa terhina dengan apapun perkataan orang. 

              Semoga kalian bisa menjadi energi yang baik bagi siapapun di hidupmu, jika tidak – jangan memaksakan pendapatmu benar bagi orang lain, karena ukuran baju kita pun sangat berbeda. 

Best Regards, Latifa Mustafida

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida