SENI MENGENDALIKAN EMOSI : Review Buku

Judul buku : SENI MENGENDALIKAN EMOSI

Pengarang : Claudia Sabrina

Penerbit    : Bright Publisher

Halaman   : 124 hlm

 

            Banyak buku mengenai pengendalian emosi yang bisa kita dapatkan di toko buku offline maupun online. Dari sekian buku yang bertebaran, saya menemukan buku ini di shopee. Karena pembelinya lumayan banyak – saya yakin buku ini pasti punya sesuatu yang “cukup” untuk disampaikan pembaca.

            10 sub judul utama dalam buku ini sbb, 1) mengenal emosi; 2) kekuatan emosi; 3) jenis-jenis emosi; 4) emosi positif; 5) emosi dan perubahan fisik; 6) kecerdasan emosi; 7) keuntungan dari mengendalikan emosi; 8) pentingnya mengendalikan emosi; 9) Latihan mengendalikan emosi; 10) fakta-fakta emosi; 11) good quotes.

            Ada banyak hal mengenai emosi yang tidak kita ketahui, termasuk soal bagaimana mengenali & mengelola emosi tersebut. Sayangnya, hal ini memang tidak masuk di kurikulum sekolah. Dahulu, tidak banyak individu yang memahami pentingnya memahami emosi diri. Yang saya tahu – diam adalah jawaban paling benar untuk dilakukan bahkan ketika kamu sangat membenci sesuatu. Kebiasaan yang berulang itu menjadi habits saya menyelesaikan masalah.






            Setelahnya, sewaktu kuliah & bekerja, saya menyadari –sepertinya emosi saya “terkubur” untuk didefinisikan. Saya tidak tahu kapan merasa benci, marah, kangen, cemburu, khawatir & menyukai sesuatu. Jangankan definisi, untuk mengartikan emosi apa yang saya rasakan saya juga tidak bisa. Saya hanya tau 2 kategori, suka atau tidak suka. Nyaman atau tidak nyaman. Ingin melakukannya, atau menghindarinya. Tidak jadi masalah perasaan yang “baik”, tapi untuk emosi negative, saya tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan, merasakan & menyelesaikannya.

            Kebiasaan “diam aman” itu lantas mulai (diganggu) oleh  beberapa orang terdekat saya. Kebiasaan yang dalam keluarga tidak menjadi masalah itu dipermasalahkan oleh mereka. Saya merasa, kenapa saya di-judge atas hal yang saya tidak tahu ? kenapa saya menjadi orang yang bersalah atas sesuatu yang sudah saya lakukan sejak dulu ? apakah se-mengerikan itu kebiasaan yang saya lakukan sampai saya terus menerus diganggu? Tentu saja saya bisa saja merasa seperti itu, sama seperti orang lain bisa saja merasa, kenapa saya se-picik dan se-defensif itu untuk membahas perasaan tidak nyaman itu.

Parahnya, gangguan yang terus menerus itu membuat saya makin defensif. Perasaan ingin menghindar lebih dominan. Bukannya ingin menyelesaikan masalah – saya makin ingin menjauh saja, sejauh-jauhnya. Rasanya, saya yang belum cukup waktu berfikir dan tidak tahu emosi saya sendiri terus-terusan didesak untuk tahu & paham. Sekarang saya ingat, betapa mengerikannya perasaan itu. dipaksa faham & mencerna emosi dari orang lain yang kamu benci.

            Sekarang, setelah lebih banyak buku saya baca – setelah lebih (banyak) berinteraksi dengan orang lain dalam pekerjaan – setelah berulang kali memahami emosi diri sendiri dari beberapa hubungan, saya menyadari– masih banyak hal yang harus saya pelajari tentang emosi diri. Ilmu saya masih cetek, mungkin hanya sekitar 40% atau bahkan kurang. Untuk meningkatkannya, saya paham harus melakukan sesuatu.

            3 cara sederhana yang saya ambil dari buku ini, menerima – mengenali dan mengendalikan emosi. Untuk menerima emosi, kita harus bersedia mengolah – mengamati – & memvalidasi perasaan yang kita rasakan. Kenapa kita marah ? apa yang membuat kita marah ? bagaimana cara amarah itu mereda ? bagaimana cara memanfaatkan amarah yang muncul ? yang perlu kalian tahu, semua perasaan yang kita rasakan adalah valid. Apapun itu. Emosi kita punya kekuatan hebat & kita bisa memanfaatkannya untuk jadi lebih baik.

Untuk mengamati emosi – kita perlu menerima & jangan menyangkalnya. Ekspresikan saja. Saya belajar menerima bahwa saya bisa marah, menjadi marah, mendapat akibat dari perasaan marah seperti muka berubah kemerahan, hati gelisah, detak jantung tidak normal, intonasi suara meninggi, & tergesa-gesa melakukan sesuatu. Meskipun tidak menyenangkan, terima saja.  Setelah marah, di lain waktu kamu bisa saja bahagia, khawatir, cemburu, sedih, gelisah, panik, heran, berbunga-bunga, & apapun jenis emosi itu, terima saja supaya kita mengerti banyak hal akan berlalu meskipun itu membahagiakan. Hal yang sama berlaku pula untuk emosi negatif yang kita rasakan.

Ekspresikan saja. kamu akan tahu apa efek dari ekspresi emosi yang kita lakukan, entah baik atau buruk, kita akan mengambil hikmah dari situ. Jika perasaan itu tidak cukup baik & nyaman untuk dilakukan, maka jangan lakukan lagi – tapi jika itu cukup membantu, mari kita kembangkan cara yang lebih baik dari itu.

Apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengenalinya ?

Sama seperti yang saya lakukan sekarang, kalian bisa menuliskannya di web – jurnal – selembar kertas – diarynotes handphone, atau media apapun yang kalian suka. Tuliskan sebanyak yang ingin kalian tulis. Tuliskan segala yang kalian rasakan & kemudian baca lagi apa yang kalian tuangkan. Di dalam tulisan itu, ada emosimu yang tertuang & alasan mengapa kamu merasakan hal itu. setidaknya biasanya kalian akan bersikap jujur dengan tulisan sendiri.

Menuangkan emosi mungkin tidak mudah, tapi ada beberapa cara selain menulis yang disarankan dalam buku ini, diantaranya melukis & berolahraga. Jika kita tidak punya sarana untuk menuangkan emosi, emosi yang kita rasakan bisa mengendap / tertumpuk. Untuk mengantisipasinya, banyak sekali cara / media yang ditawarkan saat ini. kalian bisa datang ke ruang karaoke, melakukan olahraga yang kalian senangi, mencoba hal-hal baru, bertemu teman yang kalian percaya – sehingga tahu apa yang lebih cocok bagi kalian untuk menetralisir perasaan buruk / bahagia yang muncul.  Menyalurkan emosi sama seperti membuang energi buruk yang mengendap di hati dan pikiranmu.

 Yang perlu kita tahu, emosi kita mempengaruhi pikiran, perasaan, fisik & seluruh tubuh yang kita gunakan. Jadi mari menyayangi diri sendiri dengan lebih mengenali emosi.

Selamat belajar setiap hari. Semoga bermanfaat!

 

Best Regards, Latifa Mustafida

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida