“Apa
yg (sudah) kamu lakukan untuk hidupmu hari ini ?”
Pertanyaan
ini ada di cermin lama peninggalan paman saya ketika kamarnya pernah digunakan
oleh beliau. Membacanya berulang kali membuat saya berkaca, “apa ya yang
sudah saya lakukan hari ini” ? “apa kegiatan bermanfaat yang sudah saya lakukan
hari ini? "
Dalam salah satu
hadist, Nabi SAW bersabda :
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabb-nya
sehingga ditanya tentang 5 hal: umurnya untuk apa digunakan, masa mudanya untuk
apa dihabiskan, hartanya darimana diperoleh & untuk apa dibelanjakan, &
tentang apa yang diamalkan dari ilmu yang ia ketahui.” (HR.
At Tirmidzi)
Bertepatan
di bulan Ramadhan, ada beberapa rutinitas kita yang berubah. Sebut saja sahur &
shalat tarawih. Dengan tambahan ibadah khusus di atas, jam istirahat kita
berubah sebagian. Dari ten to four (10 – 4) bergeser menjadi twelve
to four ( 12 - 4). Perubahan ini terjadi karena janji temu buka bersama,
tadarus di masjid, atau karena ingin iktikaf di masjid. Akibatnya, jam istirahat
berubah & mengambil porsi lain dari 24 jam waktu yang kita punya.
Anggaplah
tidur malam jam 12, bangun sahur jam 4 pagi – jika berangkat bekerja jam 9
pagi, sebagian orang memilih untuk tidur lagi after subuh sehingga 2 jam
digunakan untuk tambahan waktu tidur (6 jam). Bangun jam 8 untuk mandi &
bersiap, bekerja dari jam 9 s.d 16.00 sore (7 jam), setelahnya istirahat atau
berolahraga sampai menjelang magrib. Magrib digunakan untuk berbuka & tadarus
secukupnya sambil menunggu waktu isya & tarawih. Berakhir tarawih pukul
20.30 dilanjutkan dengan tadarus meneruskan target one day one juz. (Kebiasaan
harian setiap orang mungkin saja berbeda dari yang saya tuliskan).
Tanpa
disadari, waktu berlalu sangat cepat, dan jika dipikirkan lagi – dari waktu
tersebut, adakah waktu kita yang belum digunakan secara maksimal? Adakah waktu
jeda yang terbuang sia-sia? Adakah waktu yang digunakan tanpa melakukan
kegiatan bermanfaat? Dari waktu bekerja tersebut apakah benar telah digunakan
untuk menjalankan amanah ?
Saya
jadi bertanya-tanya, bisakah kita menjadi lebih baik lagi dalam penggunaan
waktu & tidak perlu menyesalinya kemudian ?
Jika kita menganggap waktu adalah rezeki & amanah yang diberikan Allah, kita tentu akan menggunakannya secara maksimal. Tidak menyia-nyiakan waktu tersebut.
Beberapa
hari lalu saya menuliskannya, pembagian waktu untuk mengevaluasi apakah waktu saya
telah digunakan maksimal atau belum. Untuk memudahkan penggunaan waktu dalam 1
hari, kita bisa membaginya seperti ini, 24 jam dibagi menjadi 3 interval waktu.
Mulai dari 00 s.d 12.00 malam.
- 8 jam pertama
adalah waktu untuk diri sendiri (kita gunakan sebagai waktu untuk perawatan &
pengembangan diri, beristirahat – bersantai – melakukan aktifitas yang
membuat rileks, selain itu kita bisa mengisinya dengan berolahraga – membaca atau
kegiatan lain yang menambah energi di pagi hari)
- 8 jam kedua
untuk waktu bekerja/menghasilkan uang/relasi (bentuknya bisa bertemu klien,
rekanan / teman terdekat untuk sharing ilmu); dan
- 8 jam terakhir
adalah waktu untuk keluarga & beribadah (banyak sekali definisi ibadah,
tidak hanya ibadah ritual seperti shalat & membaca al-Quran, kita juga bisa
menjadikan belajar, tidur, bercengkrama dengan keluarga sebagai ibadah dengan
niat menjaga Amanah yang diberikan).
Dengan
membaginya seperti itu, kita akan dengan mudah menemukan mana waktu-waktu yang
terlewat & habis tanpa digunakan secara maksimal. Waktu-waktu yang lalai
dan kita abaikan. Waktu-waktu yang bocor. Misalnya saja jeda diantara
pagi & sore hari yang kurang kita awasi sehingga itu datang & pergi
begitu saja dengan sia-sia tanpa melakukan apa-apa.
Analisis
ini saya lakukan karena merasa takut waktu akan meninggalkan kita & tidak
dapat apa-apa darinya. Bayangkan jika 2 jam di pagi & sore hanya digunakan
untuk rebahan, sudah 4 jam kita buang percuma. Jika itu menjadi kebiasaan dalam
waktu setahun, bayangkan telah 1.464 jam kita sia-siakan tanpa tahu kemana
digunakan. Bagaimana jika itu telah terjadi bertahun-tahun? Betapa ruginya
kita?
Saya
yakin sama halnya seperti saya, kalian juga ingin memperbaikinya. Langkah pertama
yang harus dilakukan adalah yakin terhadap kemampuan diri sendiri. Keyakinan terhadap
kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan disebut
efikasi diri. Sebuah ulasan diterbitkan
dalam jurnal Health Psychology 2016 menyatakan bahwa
efikasi diri dapat menjadi kunci pengembangan dan mempertahankan kebiasaan yang sangat baik & berhasil.
Kita
hidup dari serangkaian kebiasaan yang membentuk kepribadian. Jadi mari tentukan
kebiasaan kita.
Jika
telah menemukan waktu kosong yang tidak cukup berguna, kita bisa memutuskan
untuk mengisi waktu tersebut dengan kegiatan lain. Dalam buku The Power Of Habits,
Charles Duhigg menyampaikan, cara untuk membuat / menghapus kebiasaan baru
cukup mudah, kita hanya perlu (1) menumpuk kebiasaan lama dengan kebiasaan
baru. (2) Cari pemicu yang akan dengan mudah kamu lakukan & (3) gabungkan
dengan kebiasaan yang sudah biasa kita lakukan.
Mudahnya
seperti ini, jika kamu ingin mencoba rutin shalat dhuha dengan waktu yang
sempit. Kamu bisa menggabungkan itu dengan mencobanya tepat setelah mandi pagi,
sehingga apabila kalian selesai mandi – otak akan memprosesnya dengan berwudhu
dan dhuha. 1 dayung 2 hal terlampaui, kita menebalkan kebiasaan lama &
mencetak kebiasaan baru dengan mudah. Cara ini relatif lebih mudah disandingkan
dengan kebiasaan lain yang sudah berulang, sehingga otak kita menerimanya
dengan sinyal paket, bukan satuan atau terpisah.
Yang
terakhir, saya ingin menutup tulisan ini dengan mengutip prinsip pareto. Prinsip pareto mengajarkan bahwa, 80% dari hasil
berasal dari 20% aksi Anda. Jadi, daripada sibuk membuat rencana besar
yang dulit dilakukan – kita bisa memulainya dengan hal kecil setiap harinya.
Jadi, apa yang (sudah) kamu lakukan untuk hidupmu hari ini ? Untuk hidupmu, dan Tuhanmu, hari ini? Sudahkah bersyukur atas waktu hari ini ?
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida