KASUS MBAH TUPON BANTUL : SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ?

Pertanyaan :

-       Sedang ramai kasus mbah tupon Bantul yang terkena mafia tanah, menurut mbah tupon beliau tiba-tiba didatangi pihak bank dan tanah miliknya seluas 1.655 M2 akan dilelang.  Siapa yang harus bertanggung jawab ? Apakah notaris dapat dikenakan tanggung jawab penuh ? atau bisakah klien yang tidak berhati-hati dapat menjadi alasan hukum mencederai hak klien ?

Jawaban :

Kronologi yang ramai di media adalah berikut :

1.    Tahun 2020, Mbah Tupon berencana menjual sebagian tanahnya ke BR. Proses pecah dibantu BR.

2.    Mbah tupon beberapa kali bertanya ke BR tapi tidak ada jawaban, justru tanah sudah menjadi milik pihak lain bernama IF yang mbah tupon tidak kenal dan dijadikan jaminan senilai 1.5 Milyar.

3.    BR berdalih bahwa masalah ini disebabkan oleh kesalahan notaris, dan berjanji akan mengurusnya. BR mengutus tangan kanannya TR untuk mengajak Mbah Tupon melapor ke Polda DIY.

4.    Dalam proses jual beli tanah (rekayasa), Mbah Tupon diminta menandatangani dokumen 3x. Tanda tangan pertama di Janti, kedua di Krapyak. Ketiga di rumah mbah tupon dengan dalih proses pecah.

5.             Posisi mbah tupon tidak dapat membaca dan tidak dibacakan. Mbah Tupon didampingi istrinya dan tidak didampingi anak-anaknya.

Dalam kasus ini, ada beberapa kelemahan notaris yang dapat menjadi boomerang dalam menjawab siapa yang harus bertanggung jawab kepada mbah tupon.




1.    Ada posisi penyalahgunaan keadaan BR

Disini BR hanya membeli sebagian tanah mbah tupon dan keleluasaan BR untuk memilih siapa yang akan memproses pecah dan balik Namanya. Dari sini, karena keleluasaan dan adanya kesempatan (karena mbah tupon diketahui tidak dapat membaca dan sudah sepuh) menyebabkan proses penandatanganan 3x berjalan secara mulus walau tanpa membaca dokumennya. Ada dugaan penyalahgunaan keadaan oleh BR karena kondisi yang sangat memungkinkan untuk dimanipulasi.

2.    Notaris tidak membacakan akta

Salah satu kewajiban notaris/ppat dalam membuat akta adalah membacakan kepada penghadap, hal tersebut termuat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. arti kata membacakan tersebut dapat beragam, dibacakan oleh notaris – dibacakan oleh staff – dibaca sendiri oleh penghadap dan memahaminya. Arti kata tersebut tidak saklek, yang merujuk pada 1 kesimpulan bahwa, penghadap telah memahami – mengerti – dan menerima apa pernyataan atau tanda tangannya hendak digunakan untuk apa dibubuhkan, sehingga ketika kelak dipertanyakan notaris/ppat dapat menjawab telah melaksanakan kewajiban secara procedural. Apa akibatnya jika tidak dibacakan, akta dapat saja dibatalkan secara hukum karena prosedur kehati-hatian dan hak penghadap tidak dipenuhi oleh notaris/ppat.

3.    Kepercayaan penuh

Sebagai pejabat umum, kepercayaan wajib diberikan kepada notaris/ppat, namun sebagai bentuk kehati-hatian, terhadap notaris/ppat atau siapapun setiap orang wajib untuk tidak memberikan kepercayaan 100%. Kepercayaan penuh terhadap seseorang dapat menyebabkan tingkat kehati-hatian seseorang menurun dan mengabaikan prosedural yang seharusnya dilakukan. Dalam kasus ini, mbah tupon yang memberikan kepercayaan kepada BR mungkin juga menjadi alasan, tapi PPAT/Notaris yang melakukan proses juga wajib tidak terlalu mempercayai klien 100%. Kepercayaan tersebut wajib dilakukan dengan pengecekan terhadap dokumen, keterangan klien, saksi dan hal-hal lain yang merupapkan kewajiban seorang pejabat dalam mengurus dokumen. Sebagai klien wajib membaca dokumen yang diserahkan sebelum bertanda tangan, dan sebaliknya, pejabatpun wajib mengkonfrontir keterangan atau dokumen yang tidak sesuai.

Lantas, menjawab pertanyaan di atas, seberapa jauh pertanggung jawaban dan kehati-hatian Notaris dalam melakukan transaksi pertanahan ?

Analisis pada angka 2 yang dapat menyebabkan notaris turut serta bertanggung jawab dengan alasan tidak melaksanakan kewajiban karena tidak membacakan akta. Entah dengan siapa akta dibuat atau di hadapan siapa ditandatangani, notaris telah turut serta menjadi pihak karena nama PPAT tersebut yang menjadi jaminan suatu proses, meskipun faktanya BR yang diduga melakukan penyalahgunaan keadaan akibat keadaan mbah tupon.

Tetapi analisis ini belum tentu benar karena banyak fakta yang tidak kita tahu,  biarkan polisi yang mengusutnya, semoga kita terus berhati-hati dan dilindungi dalam melakukan pekerjaan yang menjadi amanah kita.

Semoga bermanfaat!  

 

Best Regards, Latifa Mustafida

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida