1. Bahwa dimuat dalam pasal 32 Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 angka 2 bahwa:
“Dalam atas hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.
2. pasal 195 ayat (6) dan (7) HIR menjelaskan bahwa:
“Suatu gugatan terhadap eksekusi hanya dapat diajukan oleh orang yang terkena eksekusi/tersita yakni PEMILIK dari obyek yang dijadikan sengketa”.
3. Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata, penguasaan berlaku sebagai alas hak yang sempurna (volkomen titel). Dengan demikian, orang yang menguasai benda itu sama dengan pemiliknya.
4. Pasal 548 KUHPerdata yang menerangkan bahwa, “orang yang menguasai benda itu berhak mempertahankan penguasaannya terhadap gangguan atau berhak dipulihkan kembali apabila kehilangan penguasaannya”.
5. Bahwa di dalam Penjelasan Umum Huruf b Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa: “Pembukuan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan bahwa orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu akan kehilangan haknya; orang tersebut masih dapat menggugat hak dari orang yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak (Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria)”.
6. Bahwa menurut Urip Santoso dalam Bukunya Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah hlm. 275, “Dalam sistem publikasi negatif, pihak yang diragukan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dengan membawa alat bukti lain yang berupa sertifikat atau selain sertifikat (petuk pajak bumi/kutipan letter c). Pengadilanlah yang akan memutuskan alat bukti mana yang benar”.
7. Bahwa dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yaitu: “Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan secara syah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadlian mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut”.
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida