3 hal buruk dari Hutang


Jaman sekarang utang emang gampang, dimanapun kita, mau ngapain dengan jaminan atau tanpa jaminan pun (walaupun jarang) adaaa aja lembaga pembiayaan, entah bank atau bukan – yang nawarin jasa penyediaan dana cepet. Gimanapun. Kapanpun. Hebatnya, sekalipun banyak banget ngejamur lembaga pembiayaan berbasis utang ini – tetep banyak aja yang ngegunain jasa mereka. Atau sebenernya, dengan adanya mereka justru ngebuat pola pikir masyarakat jadi mudah berutang ya? Semacam hadirnya mereka justru stimulus di kepala buat, oh utang aja kalik ya? Kan ada mereka>

Abaikan keheranan saya yang pertama. Balik lagi ke tema, Mungkin pinjaman tersebut kelihatannya mudah. Entah kalian mau minjem ke perseorangan atau suatu badan. Tapi sayangnya, saya menilai, ada banyak potensi negative dari kemudahan berhutang ini, yang parahnya – akan ngrusak dan menggeneralisir sebagian dari kita, misalnya aja- saking gampangnya dikit-dikit utang, orang jadi nggak berasa tanggung jawabnya seberapa, jadi nggak mau usaha, dan yaudah gitu aja. Yang begini emang banyak, mereka menggunakan dalih yang – ya penghasilan gue cuman segitu aja. Gak cukup. Bisanya utang. Sampe dia hidup hanya untuk mencatat  hutang kemudian ditagih setiap bulannya. Nggak lucu kan ya kalau kalian hidup cuman sekedar gali lobang tutup lubang dan nggak tau gimana caranya nikmatin hidup karna sibuk ngutang dan bayar utang.

Saya nggak bilang ngutang itu haram. Saya juga kadang-kadang ngutang, dengan syarat bisa berhenti dan ada yang buat ganti. Syah-syah saja ngutang apalagi berhutang untuk kegiatan produktif, dan lagi kebutuhan jaman sekarang emang meningkat di atas penghasilan beberapa kalangan masyarakat, tapi pastikan hal-hal tersebut tidak seperti penyakit kanker yang lama kelamaan menggerogoti mulai dari fisik sampe kesehatan pikiran kalian.

Berikut 3 hal yang merusak dari terus menerus berhutang. Cekidot



1.       Merusak Silaturahmi
Saya setuju dengan tulisan seseorang di akun fesbuknya beberapa lalu, saya lupa nama akunnya, dia bilang – melakukan pinjaman kepada Bank atau lembaga pembiayaan semacam itu lebih baik daripada pinjam pribadi kepada teman, atau sodara. Karena apa?
Karena kadang-kadang dalam hubungan pertemanan dan persaudaraan yang digadaikan hanya nama baik dan kepercayaan. Tidak ada jaminan barang. Tidak ada kepastian uang kembali dengan tenang. Banyak yang tidak memahami, bahwa ketika kita dipinjami kita juga harus komitmen untuk mengembalikan – dan apalagi terhadap saudara atau teman yang kalian anggap special. Parahnya, dalam hubungan semacam ini, kadang-kadang orang nggak sadar, udah dipinjemin eh nggak ada iktikad baik komunikasi atau apapun buat yang ngasih pinjeman juga tenang duitnya balik. Mereka menyepelekan hubungan ini dengan dalih, “alah biasa aja. Namanya juga sodara”.

Lebih lebih kalo yang berani urusan sama rentenir yang bunga sama biaya dkk nya segaban. Udah duit nggak seberapa, bunga yang kamu tanggung dan idup nggak bakalan tenang. Kamu ditagih tiap hari, ditelponin resek, ditungguin debt collector sangar, dan semacamnya yang bikin hari-hari nggak indah nan tidak nikmat.  Ngrusak banget kan yang beginian?

Berbeda dengan pinjaman melalui bank, dalam hubungan utang piutang dengan bank, kita mungkin akan lebih aware dan komit karena melibatkan pihak-pihak atau institusi yang lebih mumpuni sehingga rasa tanggung jawab kita lebih besar. Atau mungkin karena ada jaminan yang akan dilelang ketika kamu telat bayar atau wanprestasi. Harusnya hal tersebut juga berlaku pada sodara dan atau siapapun.

2.       Pikiran nggak rasional
Seseorang yang terlalu memudahkan yang namanya utang tanpa perhitungan biasanya akan terjerat sama yang namanya, jebakan betmen. Dia nggak tau lagi caranya idup dan memenuhi kebutuhan selain daripada ngutang. Tang. Tang.

Sampai pada tahapan utang dia udah segunung dan gaji dia nggak naik-naik (karna usaha dia juga nggak naik) nggak ada cara lain lagi yang bisa dia lakuin selain ngelunasin utang dia seumur hidup. Ya begitulah. Saya ngenes sekaligus sedih sama orang begini. Padahal, kalau aja dia mau tahu kalau utang dia banyak harusnya dia usahanya juga lebih banyak. Jadi seumur idup dia nggak cuman idup buat ngelunasin utang-utangnya. Allah pasti ngerubah suatu kaum kalau dia merubah dirinya sendiri, lebih rajin kerja, lebih optimis, dan lebih banyak ibadah misalnya.

Semacam terjerat tali tak berujung. Ya kalok umur kita panjang, mau apalagi kalo umur kita nggak panjang semacam kita kredit rumah sampe 20 tahun? Itulah kenapa harus dipikirin seberapa lama kita mau ngutang, nggak ada faedah dan nggak keren orang yang meninggalkan warisan utang buat anak cucunya kemudian.

3.       Hidup nggak tenang
Yang paling nggak enak dari hutang adalah, sekalipun nggak berwujud, kamu tahu dia ada. Dia bisa dirasain banget. Dia ngebayang-bayangin kamu dimanapun kamu berada (KAYAK HANTU). Saat kamu punya duit, bahkan saat kamu tongkring banget alias kantong kering dia nggak pandang bulu. Ya, alhamdulillah kalau pas ada rejeki jadi bisa nyicil sedikit demi sedikit. Nah kalo enggak?

Banyak orang kan yang bunuh diri gara-gara gabisa bayar utang? Amit-amit jabang bayik.

Bayangin deh, kita ada utang sampe 2 tahun ke depan. Mungkin aja kita berkecukupan, tapi perasaan was-was dan nggak nyaman karena masih ada tanggungan itu yang bikin gaenak. Itu yang bikin perasaan nggak nyaman yang tida bisa dijelaskan. Ada obatnya? ADA. Ya ngelunasin utang itu. Wkwk. Semacam jerawat di muka atau bisul di pantat. Dia ngeganggu kamu meskipun nggak ada yang tau (kalo jerawat jelas pada tau sih, wkwk).

Serem kan ngebayangin tiga hal di atas tadi? Maka dari itu saya pesen, ati-ati sama utang. Apalagi sama pihak yang ngutangin. Pastikan jaga hubungan baik sama mereka. Pastikan dengan hutang itu kamu bertambah produktif dan kamu yakin bisa ngebayar itu sambil doa sama Tuhan dikasih umur panjang. Dan satu lagi, jangan lupa usaha yang banyak biar kita dibebasin dari utang.

اللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø¥ِÙ†ِّÙ‰ Ø£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْÙ‡َÙ…ِّ ÙˆَالْØ­َزَÙ†ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْعَجْزِ ÙˆَالْÙƒَسَÙ„ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْجُبْÙ†ِ ÙˆَالْبُØ®ْÙ„ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ غَÙ„َبَØ©ِ الدَّÙŠْÙ†ِ ÙˆَÙ‚َÙ‡ْرِ الرِّجَالِ (ALLAHUMA INNI A’UDZUBIKA MINAL HAMMI, WAL HAZANI, WA A’UDZUBIKA MINAL AJZI WAL KASALI, WA A’UDZUBIKA MIN GHALABATID DAYNI, WA QAHRIR RIJAALI)
“YA ALLAH, AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI KEGELISAHAN DAN KESEDIHAN. DAN AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI KELEMAHAN DAN KEMALASAN. DAN AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI KEBAKHILAN DAN SIFAT PENGECUT. DAN AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI TERJERAT HUTANG DAN KETERTINDASAN.” (RIWAYAT ABU DAWUD).