Jaman sekarang utang
emang gampang, dimanapun kita, mau ngapain dengan jaminan atau tanpa jaminan
pun (walaupun jarang) adaaa aja
lembaga pembiayaan, entah bank atau bukan – yang nawarin jasa penyediaan dana
cepet. Gimanapun. Kapanpun. Hebatnya, sekalipun banyak banget ngejamur lembaga
pembiayaan berbasis utang ini – tetep banyak aja yang ngegunain jasa mereka. Atau sebenernya, dengan adanya mereka justru
ngebuat pola pikir masyarakat jadi mudah berutang ya? Semacam hadirnya mereka
justru stimulus di kepala buat, oh utang aja kalik ya? Kan ada mereka>
Abaikan keheranan
saya yang pertama. Balik lagi ke tema, Mungkin pinjaman tersebut kelihatannya
mudah. Entah kalian mau minjem ke perseorangan atau suatu badan. Tapi sayangnya,
saya menilai, ada banyak potensi negative dari kemudahan berhutang ini, yang
parahnya – akan ngrusak dan menggeneralisir sebagian dari kita, misalnya aja-
saking gampangnya dikit-dikit utang, orang jadi nggak berasa tanggung jawabnya
seberapa, jadi nggak mau usaha, dan yaudah gitu aja. Yang begini emang banyak,
mereka menggunakan dalih yang – ya penghasilan gue cuman segitu aja. Gak cukup.
Bisanya utang. Sampe dia hidup hanya untuk mencatat hutang kemudian ditagih setiap bulannya. Nggak
lucu kan ya kalau kalian hidup cuman sekedar gali lobang tutup lubang dan nggak
tau gimana caranya nikmatin hidup karna sibuk ngutang dan bayar utang.
Saya nggak bilang
ngutang itu haram. Saya juga kadang-kadang ngutang, dengan syarat bisa berhenti
dan ada yang buat ganti. Syah-syah saja ngutang apalagi berhutang untuk
kegiatan produktif, dan lagi kebutuhan jaman sekarang emang meningkat di atas
penghasilan beberapa kalangan masyarakat, tapi pastikan hal-hal tersebut tidak
seperti penyakit kanker yang lama kelamaan menggerogoti mulai dari fisik sampe
kesehatan pikiran kalian.
Berikut 3 hal yang
merusak dari terus menerus berhutang. Cekidot:
1. Merusak Silaturahmi
Saya setuju dengan tulisan seseorang di akun
fesbuknya beberapa lalu, saya lupa nama akunnya, dia bilang – melakukan pinjaman
kepada Bank atau lembaga pembiayaan semacam itu lebih baik daripada pinjam pribadi
kepada teman, atau sodara. Karena apa?
Karena kadang-kadang dalam hubungan pertemanan dan
persaudaraan yang digadaikan hanya nama baik dan kepercayaan. Tidak ada jaminan
barang. Tidak ada kepastian uang kembali dengan tenang. Banyak yang tidak
memahami, bahwa ketika kita dipinjami kita juga harus komitmen untuk mengembalikan
– dan apalagi terhadap saudara atau teman yang kalian anggap special. Parahnya,
dalam hubungan semacam ini, kadang-kadang orang nggak sadar, udah dipinjemin eh
nggak ada iktikad baik komunikasi atau apapun buat yang ngasih pinjeman juga
tenang duitnya balik. Mereka menyepelekan hubungan ini dengan dalih, “alah
biasa aja. Namanya juga sodara”.
Lebih lebih kalo yang berani urusan sama rentenir
yang bunga sama biaya dkk nya segaban. Udah duit nggak seberapa, bunga yang
kamu tanggung dan idup nggak bakalan tenang. Kamu ditagih tiap hari, ditelponin
resek, ditungguin debt collector sangar, dan semacamnya yang bikin hari-hari
nggak indah nan tidak nikmat. Ngrusak
banget kan yang beginian?
Berbeda dengan pinjaman melalui bank, dalam hubungan
utang piutang dengan bank, kita mungkin akan lebih aware dan komit karena melibatkan pihak-pihak atau institusi yang
lebih mumpuni sehingga rasa tanggung jawab kita lebih besar. Atau mungkin
karena ada jaminan yang akan dilelang ketika kamu telat bayar atau wanprestasi.
Harusnya hal tersebut juga berlaku pada sodara dan atau siapapun.
2. Pikiran nggak rasional
Seseorang yang terlalu memudahkan yang namanya utang
tanpa perhitungan biasanya akan terjerat sama yang namanya, jebakan betmen. Dia nggak tau lagi
caranya idup dan memenuhi kebutuhan selain daripada ngutang. Tang. Tang.
Sampai pada tahapan utang dia udah segunung dan gaji
dia nggak naik-naik (karna usaha dia juga nggak naik) nggak ada cara lain lagi
yang bisa dia lakuin selain ngelunasin utang dia seumur hidup. Ya begitulah. Saya
ngenes sekaligus sedih sama orang begini. Padahal, kalau aja dia mau tahu kalau
utang dia banyak harusnya dia usahanya
juga lebih banyak. Jadi seumur idup dia nggak cuman idup buat ngelunasin
utang-utangnya. Allah pasti ngerubah suatu kaum kalau dia merubah dirinya
sendiri, lebih rajin kerja, lebih optimis, dan lebih banyak ibadah misalnya.
Semacam
terjerat tali tak berujung. Ya kalok umur kita
panjang, mau apalagi kalo umur kita nggak panjang semacam kita kredit rumah
sampe 20 tahun? Itulah kenapa harus dipikirin seberapa lama kita mau ngutang,
nggak ada faedah dan nggak keren orang yang meninggalkan warisan utang buat
anak cucunya kemudian.
3. Hidup nggak tenang
Yang paling nggak enak dari hutang adalah, sekalipun
nggak berwujud, kamu tahu dia ada. Dia bisa
dirasain banget. Dia ngebayang-bayangin kamu dimanapun kamu berada
(KAYAK HANTU). Saat kamu punya duit, bahkan saat kamu tongkring banget alias kantong kering dia nggak pandang bulu. Ya, alhamdulillah
kalau pas ada rejeki jadi bisa nyicil sedikit demi sedikit. Nah kalo enggak?
Banyak orang kan yang bunuh diri gara-gara gabisa
bayar utang? Amit-amit jabang bayik.
Bayangin deh, kita ada utang sampe 2 tahun ke depan.
Mungkin aja kita berkecukupan, tapi
perasaan was-was dan nggak nyaman karena masih ada tanggungan itu yang bikin
gaenak. Itu yang bikin perasaan nggak nyaman yang tida bisa dijelaskan. Ada
obatnya? ADA. Ya ngelunasin utang itu. Wkwk. Semacam jerawat di muka atau bisul
di pantat. Dia ngeganggu kamu meskipun
nggak ada yang tau (kalo jerawat jelas pada tau sih, wkwk).
Serem
kan ngebayangin tiga hal di atas tadi? Maka dari itu saya pesen, ati-ati sama
utang. Apalagi sama pihak yang ngutangin. Pastikan jaga hubungan baik sama
mereka. Pastikan dengan hutang itu kamu bertambah produktif dan kamu yakin bisa
ngebayar itu sambil doa sama Tuhan dikasih umur panjang. Dan satu lagi, jangan
lupa usaha yang banyak biar kita dibebasin dari utang.
اللَّÙ‡ُÙ…َّ
Ø¥ِÙ†ِّÙ‰
Ø£َعُوذُ
بِÙƒَ
Ù…ِÙ†َ
الْÙ‡َÙ…ِّ
ÙˆَالْØَزَÙ†ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْعَجْزِ ÙˆَالْÙƒَسَÙ„ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْجُبْÙ†ِ ÙˆَالْبُØ®ْÙ„ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ غَÙ„َبَØ©ِ الدَّÙŠْÙ†ِ ÙˆَÙ‚َÙ‡ْرِ الرِّجَالِ (ALLAHUMA INNI A’UDZUBIKA MINAL HAMMI,
WAL HAZANI, WA A’UDZUBIKA MINAL AJZI WAL KASALI, WA A’UDZUBIKA MIN GHALABATID
DAYNI, WA QAHRIR RIJAALI)
“YA ALLAH, AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI
KEGELISAHAN DAN KESEDIHAN. DAN AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI KELEMAHAN DAN
KEMALASAN. DAN AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI KEBAKHILAN DAN SIFAT PENGECUT. DAN
AKU BERLINDUNG KEPADA-MU DARI TERJERAT HUTANG DAN KETERTINDASAN.” (RIWAYAT ABU
DAWUD).