Kilas Balik


­Mengingat perjalanan bisa menjadi hal pilihan yang bisa dilakukan ketika kehilangan semangat, kehilangan motivasi dan malas mengerjakan sesuatu. Di tengah jalan kita mungkin lupa, kesulitan mengendalikan ego, melupakan misi dan visi awal bersama, tergoda dan rasanya ingin menyerah, tapi kilas balik menjadi hal yang menyenangkan dan akan membantu kalian menemukan kembali semangat berjuang yang pernah ada di masa lalu.

Mari kita mengingat kembali – kilas balik sendiri.



2018. bersama seorang teman, saya mendirikan kantor ini. Jogjalawoffice, Awalnya hanya ruko kosong, tanpa pintu alumunium, tanpa meja kursi, tanpa cermin atau hiasan dinding  tidak ada banner, plang, apapun. Hanya ruangan kosong 5x5,5 m2 dengan kamar mandi dalam dan dinding bercat putih. Saya mendapatkan info dari seorang keluarga jauh, dan rupanya kami berjodoh. Berjarak kurang lebih 15-20 menitt dari rumah, inilah kantor mandiri saya pertama kali.




Dana sewa kami tanggung bersama. Sementara persoalan isi dan fasilitas kantor akan ditanggung oleh satu teman saya sebagai kepala. Segala sesuatu kami lakukan bersama, mulai mengganti dinding utama dengan warna hitam, men design meja tempel pertama kali, sekat, hiasan dinding, meja staff, lemari, kursi tamu, kursi kami, alat tulis kantor, banner, akun media social, dan bahkan foto semuanya kami lakukan sendiri dengan bahagia – dengan semangat bismillah dan saling percaya. Dulu kami melakukannya dengan bahagia dengan semangat empat lima, dengan pikiran positif dan jiwa muda bahwa semuanya bisa kami lakukan bersama - tidak peduli dengan kekhawatiran apapun dan memulainya sambil terus bermimpi ke depan.



Awalnya kantor itu kami jalankan sambil melakukan pekerjaan di kantor lain, kadang-kadang buka – lebih sering tutup. Hanya digunakan sebagai alamat operasional pribadi kantor hukum dan lembaga bantuan. Saat itu saya masih menunggu SK turun dan terus menabung dari bekerja di tempat lain untuk modal tambahan. Semua pekerjaan kami lakukan, orderan buku berbagai daerah kami lakukan di sela waktu kosong, permintaan bantuan untuk meng handle perjalanan rombongan bandung ke jogja, pembuatan berkas-berkas dan konsultasi pribadi juga kami terima bersama. (Ternyata mengingatnya membuat saya tersenyum lagi)

Setiap kali ada uang masuk, atau hal-hal lain yang bisa dilakukan bersama demi kantor atau demi uang tambahan kami rela menyisihkan waktu istirahat untuk itu. Tidak ada alasan lain, kami suka menyibukkan diri di masa muda. Rugi rasanya jika harus menyia-nyiakan waktu kosong dengan hanya berdiam diri.

Saya ingat, barang pertama yang mengisi kantor adalah meja bekas sebagai alas printer dan kursi biru dorong tua yang masih bisa kami gunakan untuk duduk. Lantas kemudian meja dan rak tempel, kursi tamu berwarna coklat, bantal kursi tamu, 2 meja berbentuk tanpa sudut dan satu kursi yang kami beli di toko barkas untuk menambah isi kantor. Setahun berjalan, SK yang saya ajukan turun bulan Juni 2019.



Papan nama. Meja utama. Sekat, cermin. Lemari. Meja baru. Kursi baru. Karpet abu-abu tua. Dispenser. Buku-buku. Rak besi. Segala pembaharuan kami lakukan. Termasuk memperbaharui dinding bercat hitam yang sudah mulai usang dan partner baru sebagai pemilik saham kantor (Saya mendapatkan team dan rekan yang paling baik dan pengertian).

Setiap kali saya menatap kantor dan segala isinya, saya melihat keringat, upaya, kasih sayang, konsistensi dan usaha kami bersama, kemarahan dan juga ego kami masing-masing. Kami berdebat soal warna apa yang harus digunakan, sekat bagaimana yang harus dipasang, lemari atau meja seperti apa yang tepat, dan semua hal. Kami berdebat untuk menentukan bagaimana kami akan terus berjalan. Kami terus menyemai rasa sayang kami pada kehadirannya.

Apakah rasanya sama bekerja di kantor atas nama orang lain dan milik sendiri? Jelas berbeda. Sekalipun hampir 4 tahun saya bekerja di bidang yang sama, jasa hukum, rasanya sangatlah berbeda. Butuh waktu kurang lebih 5 tahun untuk saya sampai disini. Kelihatannya sebentar, tapi sudah banyak hal yang saya lakukan. Bekerja di bawah orang lain benar memiliki tantangan. Kamu diharuskan bertanggung jawab pada mereka dan mematuhi segala hal disana. Tapi ketika kamu memutuskan mandiri, kamu tidak bisa bergantung pada siapapun. Kamu tidak bertanggung jawab kepada siapapun kecuali diri sendiri. Namamu sendiri. 

Kedisiplinan, rasa malu, kesalahan, kemalasan, sikap tegas, rasa mengayomi, kesiapan, cara menangani masalah dan penghormatan pada diri sendiri serta segala perasaan yang kamu alami hanya untukmu sendiri. Kamu tidak lagi di bawah hierarki orang lain, kamu tidak lagi bekerja untuk dilihat orang. Kamu mungkin akan merasa putus asa sebentar menyadari bahwa tidak ada selain dirimu sendiri yang bisa kamu andalkan. Tidak ada lagi bos yang bisa kamu tanya, tidak ada rekan kantor yang bisa membelamu ketika dipermalukan klien misalnya. 

Rasanya bisa benar-benar asing dan menantang di dunia baru yang kamu datangi. Selamat datang. 




2 Juli 2019, saya mulai praktek mandiri. Papan nama sudah terpasang. Kantor lengkap beserta AC dan segala perabotannya. Perlengkapan sudah saya lengkapi, Setiap hari saya konsisten datang ke kantor. Membukanya, entah ada yang datang atau tidak, saya menghabiskan waktu berjam-jam di dalamnya. Membaca buku, berbincang, mendengarkan lagu, mengisi blog hukum atau pribadi, membersihkan ruangan, mencari peraturan terbaru yang bisa saya bandingkan, membuat catatan pekerjaan, menulis buku harian, mencatat pengeluaran, berbicara pada diri sendiri, mengambil waktu untuk diri sendiri. Banyak hal yang bisa dilakukan di waktu senggang atau saat sendirian. Selalu banyak kegiatan dan cara untuk mengaktifkan pikiran.

Persoalan menyibukkan diri dan terus konsisten datang ke kantor pada jam yang telah ditentukan bukan persoalan kantor ramai atau tidak, bukan juga persoalan kamu single atau tidak sehingga kamu tersibukkan dengan hal lain diluar itu dan menyisihkannya. Lebih dari itu, ini juga adalah pilihan. Komitmen. Prioritas. Bentuk tanggung jawab.

 Menyibukkan diri dan konsisten adalah hal yang saya pilih dan biasakan. Menyempatkan, meluangkan, memprioritaskan, menyiapkan. Allah pernah berpesan, Allah tidak akan merubah sesuatu hal jika kamu tidak berusaha merubahnya sendiri. Kamu harus mempersiapkan diri jika orang lain ingin mempercayaimu. Kamu harus mendisplinkan dirimu sebelum melakukan sesuatu. Lagipula disiplin membuat kita tau mana hal yang perlu kita prioritaskan. 


Di luar komitmen, tanggung jawab, rasa sayang, dan terus disiplin - praktek mandiri masih membutuhkan banyak hal. Sayangnya, saya masih anak baru yang kekurangan pengalaman. Tidak dapat dihindarkan rasa pesimis dan minder, rendah diri pernah datang, tapi saya meyakini pengalaman akan didapat sambil berjalan dan sembari belajar. Beruntungnya, saya mendapat kesempatan belajar dan pengalihan berkas karena senior saya menunaikan haji.

Segala hal yang bisa saya pelajari saya ambil, saya catat, saya ingat. Tidak pernah saya malu bertanya. Kesalahan saya petik hikmahnya. Kesulitan saya ambil untuk pengalaman. Entah berapa kali rasanya saya kelelahan, pusing, kewalahan, sakit, tledor, dan cemas karena takut berbuat salah, kadang saya khawatir tanpa alasan, terlalu banyak hal yang berbeda antara teori dan praktek yang membuat saya bertengkar dengan pikiran dan isi hati – tapi saya tidak mungkin sampai disini jika hanya sendiri. Saya punya banyak orang hebat yag terus mendoakan dan memberi support. Segalanya pada detik itu telah saya lewati.  Berganti dengan pelajaran-pelajaran yang sampai detik ini bisa saya gunakan. Kesalahan demi kesalahan saya jadikan catatan untuk hal yang lebih baik lagi ke depan.

Bulan Juli depan, akan tepat 1 tahun saya berpraktek mandiri dan 2 tahun saya mendirikan kantor bersama rekan. Telah banyak pengalaman, perasaan, pergumulan batin, mengenal orang dan kisah yang sempat saya lalui. Apakah saya menyesal memulainya? Apakah saya merugi waktu karena berkorban untuknya ? Apakah saya kecewa karena pilihan dahulu yang pernah saya buat? Tidak.



Saya mensyukuri perasaan dan keputusan saya mengambil jalan ini. Seandainya saya tidak pernah mengambil jalan ini, pasti saya akan kecewa. Rasa sayang yang saya ingat karena kilas balik ini ternyata terlalu banyak. saya mensyukuri dan bangga pada kehidupan dan proses yang telah saya lewati, Terima kasih banyak sudah bertahan. 

Jika ditanya bagaimana rasanya, saya akan menjawab - saya menyayangi kantor ini. Rasanya seperti anak yang saya besarkan sendiri sejak kecil. Seperti anak yang saya lahirkan dari rahim sediri. Saya yang memilih isinya, menjaganya, men design temanya, dan saya yang memilihnya untuk setiap saat berada disana sebagai tempat tujuan kedua. Tempat saya melatih empati, tanggung jawab, dan kedisiplinan. Rasa sayang itu tumbuh perlahan terhadap sesuatu yang saya lahirkan, usahakan, saya tumbuh kembangkan – hingga rasanya tidak pernah tega saya membiarkannya jatuh tumbang atau terkotori masalah yang tidak terselesaikan. Tiap kali terdapat kendala atau permasalahan, hadirnya membuat saya terus berkaca, introspeksi, kontemplasi.

Kini saya sudah berpraktek mandiri, memiliki sebuah team, memiliki partner, ada hati lain yang lebih banyak yang harus saya jaga. Ini bukan lagi tentang saya dan apa yang telah saya besarkan, tapi bagaimana saya akan menjaganya agar tetap besar dan terus besar dengan hati yang lapang.

Dengannya saya terus belajar, adakah dari diri saya yang harus diperbaiki? Adakah cara saya salah? Apalagi yang harus saya kembangkan? Kebijakan dan ketegasan apa yang harus saya punya? Bagaimana saya harus bersikap dan membimbing sebuah team? Kini saya sadar, memilikinya lebih seperti anugrah dan kesempatan yang sangat berharga karena saya dipaksa dan diizinkan untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Saya harus mempergunakan dan memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. 

Tidak rela rasanya jika harus menyerah dan membiarkan keadaan menjadi buruk dan menyia-nyiakan usaha dan segala upaya yang telah dilakukan sampai detik ini. Tidak rela rasanya jika saya harus berhenti berupaya menjadi lebih baik dan berhenti berkaca.  Terlalu rugi untuk menyerah dan berhenti disini. Saya akan terus konsisten, mendisiplinkan diri, menolak mengeluh, bersikap adil dan bijaksana, terus belajar, mengelola ego. Mungkin akan ada sedikit kesalahpahaman, kemarahan, kekecewaan, sakit hati dan berbagai perasaan lain – tapi tidak apa, lain kali pasti kita akan tersenyum bersama mengingatnya.






Mungkin tidak bijak menganggapnya sebagai hasil akhir. Ini hanya kilas balik, pengingat di saat nanti saya bisa jadi kehilangan semangat dan arah. Jika tidak mendapat motivasi dari luar, saya harus mendapatkannya dari dalam. Ini bukan pencapaian besar, terlalu dini untuk mengatakannya sekarang, tapi saya akan mengingatnya sebagai salah satu hal membahagiakan yang pernah saya lakukan.

Yang terakhir, ingin saya katakan terus menerus pada diri sendiri, dan mungkin juga bagi orang lain - tidak apa berbuat salah, kita semua hanya sedang belajar. Jika salah mari perbaiki. Jika gagal mari kita mulai lagi kembali, asal jangan berhenti. Tidak apa kadang lelah dan ingin menyerah - kita semua hanya sedang berproses. Mari terus menyemangati diri sendiri.


Yang terakhir, Terima Kasih.